Jumat, 13 Agustus 2010

PANDUAN MENULIS BUKU DAN MODUL

PENDAHULUAN
*) Sudjarwo
A. Latar Belakang
Dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003, Pasal 6 Tenaga Pendidik diantaranya tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru. Selanjutnya menurut Undang-Undang RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat dengan peraturan perundang-undangan.
Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional dengan sertifikasi pendidik. Kompetensi guru sebagaimana harus memiliki kualifikasi akademik, kompetensi sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kompetensi meliputi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
Sedang menurut keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 84/1993 BAB V Pasal 6 dinyatakan jenjang pangkat dan jabatan mulai dari pangkat Pengatur Muda golongan ruang II/a sampai pada Pembina Utama golongan ruang IV/e. Kenyataan kondisi guru yang ada di Propinsi DIY menumpuk pada golongan Pembina golongan ruang IV/a.
Membaca gejala yang ada, pemerintah telah menempuh jarak untuk pengusulan Angka Kredit jabatan guru golongan IV/a ke atas tidak lagi ke Jakarta, tetapi dilaksanakan di tingkat Propinsi. Sebagai pusatnya di Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Propinsi DIY.
Untuk membantu para guru yang menempuh pada jenjang jabatan Pembina golongan IV/a ke bawah, LPMP mencoba menindaklanjuti untuk mensosialisasikan, bahkan membantu sebagian guru untuk mencapai “Pengembangan Profesi” setiap tingkat harus terkumpul dua belas kredit.
1
* Widyaiswara Pembina Utama Muda IV/C LPMP DIY
Adapun pengembangan profesi tidak terbatas pada hasil penelitian atau karya ilmiah lain, dapat pula berupa karya ilmiah non ilmiah, diantaranya berupa Buku, Modul dan Diklat. Oleh karena itu pada kesempatan ini, mencoba untuk sedikit informasi bagaimana ciri, bentuk, dan cara penulisan jenis karya tersebut di atas.
B. Tujuan
Menambah wawasan para peserta Diklat Pengembangan Profesi Guru dari Golongan III/d Ke Atas Se-Propinsi DIY tentang seluk beluk penulisan buku, diklat, dan modul.
C. Sasaran
Semua peserta Diklat pengembangan profesi guru golongan III/d Ke Atas Se-Propinsi DIY, yang diselenggarakan LPMP DIY.
2
BAB I
PENGERTIAN, CIRI BUKU DIKTAT DAN MODUL
A. Pengertian
Menurut Suharjono, pada penyusun angka kredit jabatan guru menulis buku merupakan salah satu bentuk kegiatan pengembangan profesi guru. Hasil karya tulis dapat berupa buku pelajaran, modul, diktat maupun karya lain. Sebagai karya ilmiah, kerangka sajian isi buku, diktat, modul harus berada dan memiliki kebenaran ilmiah. Disamping itu buku hendaknya menarik dan mudah dipahami oleh pembacanya. Selanjutnya diuraikan tentang modul, buku pelajaran dan diktat.
Mengutip Kep. Mendikbud No. 025/O/1995 tentang Petunjuk Tehnis Jabatan Fungsional Guru hal 9 dan Suharjono 2001:41 menyatakan :
1. Buku pelajaran, adalah bahan/materi pelajaran yang dituangkan secara tertulis dalam bentuk buku yang digunakan sebagai bahan pegangan belajar dan mengajar baik sebagai pegangan pokok maupun pelengkap.
2. Modul, adalah materi pelajaran yang disusun dan disajikan secara tertulis sedemikian rupa sehingga pembacanya diharapkan dapat menyerap sendiri materi tersebut.
Sedang menurut Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan 2004:2, Modul merupakan alat atau sarana pembelajaran yang berisi Materi, Metode, batasan-batasan dan cara mengevaluasi yang dirancang secara sistematis dan menarik untuk mencapai kompetensi/sub kompetensi yang diharapkan sesuai dengan tingkat kompleksitasnya.
3. Diktat pelajaran, adalah catatan tertulis suatu mata pelajaran atau bidang studi yang dipersiapkan guru untuk mempermudah/memperkaya materi suatu pelajaran/bidang studi yang disampaikan oleh guru dalam proses kegiatan belajar mengajar. Menurut Supardi 2006, Diktat adalah bahan ajar suatu mata pelajaran atau bidang studi yang dipersiapkan guru secara
3
tertulis untuk mempermudah atau memperkaya materi pelajaran/bidang studi yang disampaikan guru dalam proses belajar mengajar.
B. Kaidah-Kaidah Penulisan
1. Penulisan Buku Pelajaran
Kaidah isi buku pelajaran mencakup : (1). Cakupan isi sesuai dengan kurikulum yang berlaku, (2). Urutan sajiannya sesuai dengan waktu yang ditentukan dalam kurikulum, (3). Tingkat kesulitan sesuai dengan tahapan pembelajaran yang ditentukan di kurikulum. Sedangkan kaidah/teknik penulisan seyogyanya; (1). Menggunakan bahasa Indonesia yang baku, (2). Menggunakan kalimat efektif, (3). Menggunakan huruf yang standar, (4). Dilengkapi contoh dan gambar yang memperjelas materi.
2. Penulisan Modul Pelajaran
Modul pada prinsipnya sama dengan buku pelajaran, hanya dituangkan dalam bahasa yang lebih komunikatif dan interaktif, untuk belajar jarak jauh. Oleh karena itu bahasa yang digunakan harus mudah dipahami dan dimengerti oleh para pembaca.
Kriteria penulisan modul pada dasarnya juga tidak berbeda dengan buku pelajaran, jadi ada yang bertaraf nasional ada pula yang tingkatannya lokal. Modul yang bertaraf nasional harus mendapatkan pengesyahan dari Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah atau Ditjen PMPTK Diknas atau yang ditunjuk. Isi modul harus sesuai dengan isi kurikulum yang berlaku. Modul yang bertaraf nasional ini angka kreditnya 5 setiap modul.
3. Diktat Pelajaran
Dalam menulis diktat pelajaran langkah pertama yang harus dilaksanakan adalah membaca kurikulum yang berlaku, kemudian memperhatikan pokok bahasan dan sub pokok bahasannya. Penulisan Diktat harus melihat atau menentukan pokok bahasan atau sub pokok bahasan mana yang
4
belum tercantum atau tidak lengkap yang tercantum atau ditulis dalam buku pelajaran atau buku paket pelajaran yang telah diterbitkan Depdiknas pusat atau Dinas Pendidikan Propinsi. Diktat pelajaran bersifat menambah atau melengkapi materi yang telah ditulis dalam buku pelajaran maupun buku paket yang ada. Bilamana isi diktat yang disusun guru sama dengan buku pelajaran yang telah ada, maka karya yang bersangkutan tidak mendapat nilai kum/angka kredit.
Kriteria membuat Diktat pelajaran dapat dinilai angka kreditnya apabila ;
a). disyahkan oleh kepala sekolah yang bersangkutan. b). isi diktat sesuai dengan kurikulum yang berlaku, c). diktat pelajaran ditulis dan digunakan untuk klas dimana guru mengajar selama 2 semester/satu tahun, d). Materi diktat harus ditulis untuk satu semester, maka harus ada semester lainnya (terdiri dari semester 1, semester 2 ), dan dihitung satu tahun pelajaran, dengan angka kredit 1 (satu) setiap diktat. Bagi guru SD atau guru yang mengampu lebih dari satu mata pelajaran, dalam satu tahun dapat menulis lebih dari satu diktat pelajaran.
5
BAB II
CIRI BUKU, MODUL DAN DIKTAT
A. Deskripsi
1. Deskripsi Buku Pelajaran
Dalam menulis buku pelajaran, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah meneliti dan melihat kurikulum yang berlaku, materi, pokok bahasan atau sub pokok bahasan apa yang tercantum dalam kurikulum. Dengan kegiatan tersebut anda tidak akan sia-sia menulis buku pelajaran, yang sudah disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku. Buku pelajaran ada yang bertaraf nasional dan propinsi. Apabila buku tersebut bertaraf nasional, maka harus ada pengesahan dari Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, atau Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Diknas atau yang ditunjuk. Nilai angka kredit buku bertaraf nasional ini 5 setiap buku. Apabila bertaraf propinsi, harus ada pengesahan dari Kepala Dinas Pendidikan Propinsi penulis, dan buku tersebut digunakan di daerah propinsi yang bersangkutan Nilai angka kredit buku bertaraf propinsi ini adalah 3 untuk setiap bukunya.
Dalam menulis buku pelajaran, guru diperbolehkan menulis buku mata pelajaran yang dikuasai, tidak harus sesuai dengan disiplin ilmu yang diampu di sekolah yang bersangkutan. Tidak setiap guru akan mampu menulis buku semua mata pelajaran. Oleh karena itu pilihlah materi pelajaran yang benar-benar anda kuasai, akan lebih baik kalau sesuai dengan mata pelajaran yang diampu di sekolah. Apabila menulis buku pelajaran yang sesuai dengan kemampuan, dan bidang mata pelajaran yang diampunya, akan lebih mudah dalam penulisannya, disamping isinya juga akan lebih berbobot.
Sepanjang buku tersebut belum disyahkan oleh Ditjen Managemen Pendas dan Menengah atau Ditjen PMPTK Diknas, atau Kepala Diknas
6
Propinsi penulis, maka buku pelajaran atau karya ilmiah itu belum dapat diakui dan tidak dapat dinilai.
2. Deskripsi Modul
Dalam penulisan modul Anda dapat memilih pola/model yang diterapkan oleh Universitas Terbuka atau pola/model yang dikembangkan oleh Pusat Teknologi Komunikasi Pendidikan Nasional, Depdiknas, Balitbang Diknas atau pola/model lainnya, yang prinsip dalam menulis modul sekurang-kurangnya dapat memenuhi kriteria tersebut di atas. Bilamana seorang guru SMP tertentu menyusun modul untuk Universitas Terbuka apakah dapat dinilai ? Jawabannya tentu saja tidak, karena tidak berkaitan dengan kegiatan nyata dengan pengembangan profesi penulis sebagai guru SMP. Untuk itu seyogyanya bagi guru yang ingin menyusun modul diupayakan agar karya ilmiahnya dapat dimanfaatkan oleh lembaga/institusi atau siswa yang ada di tingkat/level dimana guru tersebut melaksanakan tugas utamanya.
3. Diktat Pelajaran
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa pada hakekatnya diktat adalah buku pelajaran yang masih mempunyai keterbatasan baik dalam jangkauan penggunaannya maupun cakupan isinya. Diktat umumnya disusun guru dan diedarkan secara terbatas, cakupan isi juga terbatas.
Dari kerangka tersebut Anda dapat mengembangkan lagi agar lengkap. Dengan memahami apa yang disampaikan di atas para guru dapat melengkapi dengan membaca Pedoman petunjuk praktis Penulisan Karya Tulis Ilmiah di Bidang Pendidikan bagi jabatan fungsional Guru. Diharapkan dengan demikian guru akan dapat memahami dan mengerti bagaimana kegiatan pengembangan profesi khususnya mengenai cara menyusun Karya Tulis Ilmiah (KTI) itu. Harapan selanjutnya para guru termotivasi untuk membuat karya tulis ilmiah sebagai salah satu syarat untuk dapat mengajukan kenaikan jabatan/pangkat ke Pembina golongan
7
IV/a ke atas. Selamat berkarya dan semoga Anda dapat menyusun KTI dengan baik dan benar sehingga melancarkan kenaikan jabatan/pangkat Anda lebih tinggi lagi.
Mustahil untuk dapat mencapai pangkat dan golongan tertinggi sekalipun Prinsip adalah adanya kemauan dan minat yang kuat, serta mau berusaha dengan penuh keyakinan dan percaya diri, dapat dipastikan bahwa kenaikan pangkat pengembangan profesi akan mampu dilampaui dengan mudah, bahkan menjadi kebanggaan serta motivasi baru dan tumbuh menjadi budaya menulis atau berkarya.
B. Kerangka Penulisan
1. Penulisan Buku Pelajaran
a. Kerangka Penulisan Buku Pelajaran adalah :
a. Tujuan pembelajaran umum
b. Tujuan pembelajaran khusus
c. Judul/Sub judul
d. Uraian singkat isi pokok bahasan
e. Uraian pokok isi pelajaran
f. Ringkasan, Rangkuman
g. Latihan, tugas, soal
h. Sumber buku
b. Pendahuluan
- Kata Pengantar
- Daftar Isi
- Penjelasan tujuan buku pelajaran
- Petunjuk Penggunaan Buku
- Petunjuk Pengerjaan Soal
Bagian Isi
- Judul bab atau topik isi bahasan
- Uraian singkat isi pokok bahasan
- Penjelasan tujuan bab
8
- Uraian isi pelajaran
- Penjelasan teori
- Sajian Contoh
- Ringkasan isi buku
- Soal Latihan
- Kunci jawaban, soal latihan
Bagian Penunjang
- Daftar Pustaka
- Lampiran-lampiran
2. Kerangka Penulisan Modul
Kerangka penulisan modul meliputi :
a. Tujuan pembelajaran umum
b. Tujuan pembelajaran khusus
c. Rincian kegiatan
d. Petunjuk belajar
e. Materi
f. Materi Pokok
g. Contoh-contoh
h. Latihan soal dan kuncinya
i. Rangkuman
j. Tugas soal, tes
k. Tes akhir modul dan kunci
l. Rangkuman seluruh modul
Model II
a. Judul
b. Pengantar
c. Petunjuk penggunaan modul
d. Tujuan umum pembelajaran
e. Kemampuan prasyarat
9
f. Pretes
g. Tujuan khusus pembelajaran
h. Isi bahasan
i. Kegiatan belajar
j. Rangkuman
k. Tes
l. Sumber media yang dapat digunakan
m. Tes akhir dan umpan balik
n. Rancangan pengajaran remedial
o. Daftar pustaka
3. Kerangka Penulisan Diktat
Kerangka penulisan diktat sekurang-kurangnya memuat :
a. Judul/sub judul
b. Tujuan pembelajaran
c. Tujuan pembelajaran khusus
d. Uraian materi
e. Latihan/tugas
f. Daftar pustaka
Model II
Bagian Pendahuluan
- Daftar Isi
- Penjelasan tujuan diktat pelajaran
Bagian Isi
- Judul bab atau topik isi bahasan
- Penjelasan tujuan bab
- Penjelasan teori
- Sajian contoh
- Judul latihan
- Daftar pustaka
10
Kemenarikan suatu buku tidak saja dari isi materi yang disajikan tetapi juga sosok tampilan buku.
Berdasar tujuan pokoknya buku dalam bidang pendidikan dapat dikelompokkan sebagai berikut :
Apabila buku dirancang sebagai bahan pembelajaran mandiri siswa, buku jenis ini sering disebut sebagai modul.
Apabila buku diharapkan sebagai bacaan wajib atau bacaan pendukung guna membantu penyajian guru dalam mengajarnya, sangat umum disebut sebagai buku pelajaran atau buku teks. Umumnya jenis buku tersebut mencakup isi bahasan yang lengkap dan diterbitkan serta diedarkan secara luas.
Namun bila buku semacam itu masih diedarkan dalam lingkup terbatas (umumnya hanya digunakan oleh guru yang membuat), dalam bentuk yang lebih sederhana, cakupan isinya lebih sedikit, maka umum disebut sebagai diktat.
11

Langkah Jitu Mengurai Buku Pelajaran

Langkah Jitu Mengurai Carut – Marut Buku Pelajaran


Mendiknas membeli hak cipta sejumlah buku pelajaran. Langkah ini akan mengurangi beban harga dan monopoli para penerbit.



Buku adalah perangkat pengajaran yang tidak mungkin diabaikan. Tanpa buku dunia pendidikan akan timpang. Sebab di sanalah letaknya ilmu pengetahuan yang bisa digunakan dengan cara membaca dan mengajarkannya kepada para siswa.

Dalam perkembangan masa kini, dunia perbukuan makin mengalami perkembangan pesat. Banyak buku tulis oleh berbagai kalangan, dengan tema yang makin beragam. Oplah para penerbitpun makin meningkat.

Namun sayang, perkemmbangan yang mengembirakan ini tidak diikuti oleh harga buku yang murah. Buku masih sebagai barang sekunder karena harganya yang mahal dan cenderung terus merangkak naik, hal itu termasuk buku – buku pelajaran yang banyak digunakan di sekolah – sekolah.

Sudah lama benjadi bahan pemberitahuan bahwa buku yang mahal itu seringkali jadi lahan mencari keuntungan pihak – pihak yang tidak bertanggung jawab. Pentingnya buku dari tingkat SD hingga SMA, membuat para penerbit berlomba – lomba masuk ke sekolah – sekolah dan “bekerjasama” dengan penyelenggara sekolah agar bukunya laku terjual kepada anak murid, meski dengan harga yang tidak wajar.

Tapi dampaknya memang cukup dirasakan oleh orang tua murid. Mereka menjerit bukan hanya kebutuhan pokok yang terus merangkak naik, namun juga kebutuhan pendidikan seperti buku menjadi beban mereka. Oleh beberapa penyelenggara pendidikan, buku seringkali dijual dalam satu paket setiap anak baru masuk sekolah.

Para penerbit akan masuk ke sekolah – sekolah dengan banyak menawarkan keuntungan bahkan iming – iming bonus bagi guru atau kepala sekolah yang berhasil menjual buku dari penerbit yang bersangkutan.akibatnya bukan lagi mutu dari buku pelajaran yang diutamakan namun berapa besar bonus dan keuntungan yang diterima oleh guru atau kepala sekolah. Keadaan ini jelas sangat memperihatikan. Disamping akan mencaring dunia pendidikan.

Salah satu alternatif yang ditawarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) adalah dengan cara membeli hak cipta dari para penulis buku pelajaran tersebut. Dengan cara ini, maka Diknas menjadi pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan harga jual kepada setiap penerbit. Dengan cara ini penerbit tidak lagi bisa mematok harga seenaknya.

Menurut data yang terhimpun, selama 2007 Diknas sudah membeli hak cipta 37 judul buku pelajaran. Jumlah ini masih akan terus meningkat pada 2008 menjadi 250 judul buku.

Buku yang hak ciptanya sudah ditangan Diknas ini, nanti akan disebarkan dengan berbagai cara termasuk lewat internet. Jadi, sekolah – sekolah yang ada di daerah, yang tidak bisa mengambil hard cofy-nya bisa dengan cara menguduh di internet. Selanjutnya boleh diterbitkan dan dijual dengan harga yang sudah dipatok, yakni Rp. 7.500.

Harga ini dibilang sangat murah. Sebab harga cetak buku termasuk kertas sekitar Rp.6.000, jadi masih ada keuntungan sekitar Rp.1.500. Bandingkan dengan harga buku pelajaran saat ini, yang masih sekitar Rp.26.000-30.000 per buku. Sebuah angka yang sangat memberatkan para orang tua murid tentu saja. Harga yang tinggi ini, memeng karena banyak ongkos yang dikeluarkan oleh penerbit dari mulai membayar royalty hingga biaya percetakan. Karena itu tidak heran bila banyak penerbit yang menguasai pasar pembukuan dan menjalin kerjasama dengan pihak kepala sekolah, dan menyebabkan harga buku pelajaran melambung tinggi.

Maka, Menteri Pendidikan Nadional Bambang Sudibyo pun mendapatkan tugas dari presiden untuk membereskan karut – marut buku pelajaran ini. Karut – marut yang sudah berlangsung lama ini, bi.la tidak diatasi hanya akan menambah rusak dunia pendidikan. Caranya, salah satunya adalah dengan membeli hak cipta buku.

Selama ini., Dikans sudah membeli hak cipta dari guru Pembina mata pelajaran seharga Rp. 45 juta -75 juta perjudul buku. Dengan cara ini, Diknas menjadi leluasa untuk menerbitkan dan menentukan harganya.

Soal harga dari pihak lain yang ingin menjual, kemudian menjadi hukum pasar yang berlaku. Mereka yang menjual dengan kertas yang bagus akan banyak diminati pembeli sementara yang tidak bisa menyajikan, tentu saja akan ditinggalkan. Sedangkan harga tetap dipatok oleh Dikanas yaitu Rp 7.500.

Kebijakan ini juga disertai ddengan kewajiban sekolah memilih sendiri buku yang sudah direkomendasikan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP). Salah satu ketentuan yang sudah disepakati adalah masa pakai satu buku peklajaran adalah lima tahun. Artinya, satu siswa masih bisa memakai buku tanpa harus berganti tiap tahun. Dan orang tua yang memiliki anak – anak lebih dari satu yang sedang bersekolah, maka buku bekas dari sang kakak masih bisa dipakai oleh adik – adiknya yang sedang bersekolah.

Ketentuan dari BNSP ini bukan peraturan kosong belaka, namun memiliki kekuatan hukum. Sebab sekolah yang melanggar ketentuan pemakaian buku akan dikenakan sanksi, minimal sanksi pegawai negeri.

Cara yang sudah ditempuh oleh Diknas ini, memiliki dampak yang cukup bagus terutama dari siswa dan guru. Dari sisi siswa jelas mereka tidak akan terbebani dengan buku yang bergonta – ganti, dan keluhan orang tua bisa teratasi. Sedangkan dari sisi guru, hal ini akan merangsang mereka untuk rajin menulis buku. Guru, yang seharusnya memiliki kemampuan menulis buku pelajaran, akan terus mengasah kemampuannya. Mereka bukan saja mengajar, tapi juga bisa menularkan ilmunya lewat buku.

Dari sini, kemampuan guru dalam menulis akan medapatkan tempat. Dan menurut Direktur Jendral Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah Depdiknas Suhyanto, pihaknya saat ini sedang merancang untuk mengadakan pelatihan bagi guru – guru agar bisa menulis buku pelajaran.

Kita sama – sama tahu bahwa selama ini, tidak banyak guru yang mengabdikan hidupnay untuk penulisan buku. Hal itu karena guru selama ini lebih sebagai pengajar dan organisatoris di sekolah, sehingga waktu sudah habis untuk kegiatan mengajar disekolah.

Maka, bila akan disusun sebuah rencana untuk membuat pelatihan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, perlu direkrut guru- guru yang benar – benar kompten dibidangnya. Kompetensi ini akan menentukan mutu buku yang bakal dia tulis. Kedua, pelatihan yang perlu dilakukan secara kontinyu. Sebab deengan cara inj maka kesinambungan akan terus berjalan. Soalnya adalah penulisan buku adalah sebuah pengetahuan yang terus berkembang dan tidak sekali terjadi. Maka, pelatihan yang berkesinambungan akan membantu meng up-date, kopetensi dan pengetahuan guru.

Guru bagi dunia pendidikan memang tidak bisa dilepaskan. Tidak heran bila mutu dunia pendidikan salah satunya ditentukan oleh mutu buku – bu8ku yang beredar yang menjadi pegangan siswa dan guru. Tapi, dunia perbukuan di tanah air, seperti sudah diurai di atas, memang ibarat jalinan benang kusut yang nyaris tidak tidak bisa diurai. Di dalamnya terikat banyak faktor yang saling terkait, bukan hanya soal pendidikan. Ada faktor kuat yang ikut menentukan yaitu soal komersialisasi pendidikan, kapitalisme, dan upaya – upaya instan dalam mengejar target kelulusan.

Karena itu, untuk mengurainya memnag dibutuhkan keberanian dari seorang pemimpin agar berani bertindak. Cara apapun, akan menentukan masa depan dunia pendidikan selanjutnya. Dan tidak mungkin semua urusan perbukuan ini semata – mata diserahkan kepada penerbitan dengan memakai mekanisme pasar. Dunia pendidikan harus berada dalam kontrol ketat dari institusi berwenang, termasuk di dalamnya peraturan buku pegangan.

Kita sudah pernah membiarkan sekolah memilih sendiri buku pelajaran, dan menyerahkan pengadaan bukunya kepada para penerbit swasta. Namun apa yang terjadi kemudian adalah sebuah proses kongkali-kong dan pengaturan harga buku oleh para penerbit yang menguasai jalur hingga ke sekolah – sekolah. Mereka belum bisa mendikte harga, mendikte para guru dan kepala sekolah. Tapi ujungnya dunia pendidikan menjadi makin mahal, hanya karena komponen buku. Padahal dalam situasi yang serba sulit sekarang ini yang dibutuhkan adalah kebijakan sekolah murah yang bisa diakses sebanyak – banyaknya masyarakat, sebagaimana amanat Undang - Undang Dasar.

PERSYARATAN POKOK SETIAP JENIS KARYA TULIS ILMIAH GURU (APIK)

A. PERSYARATAN POKOK SETIAP JENIS KARYA TULIS ILMIAH GURU (APIK)

1. ASLI (Original), karya tulis ilmiah populer yang dihasilkan harus merupakan produk asli guru (penulis) dan sesuai dengan bidang studi/mata pelajaran/mata diklat yang diampu, dan tempat bekerja.
2. PENTING DAN BERMANFAAT (Useful), karya tulis ilmiah populer yang dihasilkan guru harus dirasakan manfaatnya secara langsung oleh guru dalam peningkatan kualitas pembelajaran pelatihan sehari-hari.
3. ILMIAH (Scientific), karya tulis populer yang dihasilkan guru harus disusun secara ilmiah, sistematis, runtut, dan menggunakan bahasa populer, sesuai persyaratan penulisan karya ilmiah.
4. KONSISTEN (Concistency), karya tulis ilmiah populer yang dihasilkan guru harus memperlihatkan keajegan dan konsistensi pemikiran yang utuh, baik secara keseluruhan maupun hubungan antar bab/antar bagian dalam karya tulis yang disajikan.

B. KRITERIA POKOK SETIAP JENIS KARYA TULIS ILMIAH

1. Ada “MASALAH” pokok yang dijadikan dasar penulisan, dan masalah tersebut sesuai atau menyangkut kegiatan pembelajaran/pelatihan yang dilaksanakan guru sehari-hari.
2. Ada “TEORI ATAU KAJIAN PUSTAKA” yang mendukung upaya pemecahan masalah yang dihadapi.
3. Ada “METODOLOGI/STRATEGI” yang dilakukan secara runtut dalam upaya pemecahan masalah yang dihadapi.
4. Ada “DATA/FAKTA” yang mendukung pembahasan masalah yang dihadapi.
5. Ada “ALTERNATIF PEMECAHAN” yang dikemukakan atau dibahas untuk solusi masalah yang dihadapi.
6. Ada “KESIMPULAN DAN REKOMENDASI” yang dikemukakan berdasarkan analisis data terhadap upaya pemecahan maslaah yang dihadapi.
7. Ada Referensi atau sumber pustaka pendukung yang disusun secara runtut.

Kreativitas di Sekolah

Kreativitas di Sekolah

Kreativitas di SekolahDalam bahasa yang sederhana, kreativitas dapat diartikan sebagai suatu proses mental yang dapat melahirkan gagasan-gagasan atau konsep-konsep baru. Menurut National Advisory Committees UK (1999), bahwa kreativitas memiliki empat karakteristik, yaitu: (1) berfikir dan bertindak secara imajinatif, (2) seluruh aktivitas imajinatif itu memiliki tujuan yang jelas; (3) melalui suatu proses yang dapat melahirkan sesuatu yang orisinal; dan (4) hasilnya harus dapat memberikan nilai tambah. Keempat karakteristik tersebut harus merupakan suatu kesatuan yang utuh. Bukanlah suatu kreativitas jika hanya salah satu atau sebagian saja dari keempat karateristik tersebut.

Robert Fritz (1994) mengatakan bahwa “The most important developments in civilization have come through the creative process, but ironically, most people have not been taught to be creative.” Hal senada disampaikan pula Ashfaq Ishaq: “We humans have not yet achieved our full creative potential primarily because every child’s creativity is not properly nurtured. The critical role of imagination, discovery and creativity in a child’s education is only beginning to come to light and, even within the educational community, many still do not appreciate or realize its vital importance. Memang harus diakui bahwa hingga saat ini sistem sekolah belum sepenuhnya dapat mengembangkan dan menghasilkan para lulusannya untuk menjadi individu-individu yang kreatif. Para siswa lebih cenderung disiapkan untuk menjadi seorang tenaga juru yang mengerjakan hal-hal teknis dari pada menjadi seorang yang visioner (baca: pemimpin). Apa yang dibelajarkan di sekolah seringkali kurang memberikan manfaat bagi kehidupan siswa dan kurang selaras dengan perkembangan lingkungan yang terus berubah dengan pesat dan sulit diramalkan. Begitu pula, proses pembelajaran yang dilakukan tampaknya masih lebih menekankan pada pembelajaran “what is” yang menuntut siswa untuk menghafalkan fakta-fakta, dari pada pembelajaran “what can be”, yang dapat mengantarkan siswa untuk menjadi dirinya sendiri secara utuh dan orisinal.

Oleh karena itu, betapa pentingnya pengembangan kreativiitas di sekolah agar proses pendidikan di sekolah benar-benar dapat memiliki relevansi yang tinggi dan menghasilkan para lulusannya yang memiliki kreativitas tinggi. Sekolah seyogyanya dapat menyediakan kurikulum yang memungkinkan para siswa dapat berfikir kritis dan kreatif, serta memiliki keterampilan pemecahan masalah, sehingga pada gilirannya mereka dapat merespons secara positif setiap kesempatan dan tantangan yang ada serta mampu mengelola resiko untuk kepentingan kehidupan pada masa sekarang maupun mendatang.

Menurut Robert J Sternberg, seorang siswa dikatakan memiliki kreativitas di kelas manakala mereka senatiasa menunjukkan: (1) merasa penasaran dan memiliki rasa ingin tahu, mempertanyakan dan menantang serta tidak terpaku pada kaidah-kaidah yang ada; (2) memiliki kemampuan berfikir lateral dan mampu membuat hubungan-hubungan diluar hubungan yang lazim; (3) memimpikan tentang sesuatu, dapat membayangkan, melihat berbagai kemungkinan, bertanya “ apa jika seandanya” (what if?), dan melihat sesuatu dari sudut pandang yang berbeda; (4) mengeksplorasi berbagai pemikiran dan pilihan, memainkan ideanya, mencobakan alternatif-alternatif dengan melalui pendekatan yang segar, memelihara pemikiran yang terbuka dan memodifikasi pemikirannya untuk memperoleh hasil yang kreatif; dan (5) merefleksi secara kritis atas setiap gagasan, tindakan dan hasil-hasil, meninjau ulang kemajuan yang telah dicapai, mengundang dan memanfaatkan umpan balik, mengkritik secara konstruktif dan dapat melakukan pengamatan secara cerdik.

Pembelajaran yang kreatif dapat dilihat dari dua sisi, yaitu : (1) mengajar secara kreatif (creative teaching) dan (2) mengajar untuk kreativitas (teaching for creativity). Mengajar secara kreatif menggambarkan bagaimana guru dapat menggunakan pendekatan-pendekatan yang imajinatif sehingga kegiatan pembelajaran dapat semakin lebih menarik, membangkitkan gairah, dan efektif. Sedangkan mengajar untuk kreativitas berkaitan dengan penggunaan bentuk-bentuk pembelajaran yang ditujukan untuk mengembangkan para siswa agar memiliki kemampuan berfikir dan berperilaku kreatif.

Kedua konsep tersebut tidak dapat dipisahkan, mengajar untuk kreativitas didalamnya harus melibatkan mengajar secara kreatif. Mengajar secara kreatif dan mengajar untuk kreativitas pada dasarnya mencakup seluruh karateristik pembelajaran yang baik (good learning and teaching), seperti tentang: motivasi dan ekspektasi yang tinggi, kemampuan berkomunikasi dan mendengarkan, kemampuan untuk membangkitkan gairah belajar, inspiratif, kontekstual, konstruktivistik, dan sejenisnya.

Carolyn Edwards dan Kay Springate dalam artikelnya yang berjudul “The lion comes out of the stone: Helping young children achieve their creative potential” memberikan saran tentang upaya pengembangan kreativiitas siswa, sebagai berikut:

1. Berikan kesempatan dan waktu yang leluasa kepada setiap siswa untuk mengeksplorasi dan melakukan pekerjaan terbaiknya dan jangan mengintervensi pada saat mereka justru sedang termotivasi dalam menyelesaikan tugas-tugasnya secara produktif.
2. Ciptakan lingkungan kelas yang menarik dan mengasyikkan. Lakukan “unfinished work” sehingga siswa merasa penasaran dan tergoda pemikirannya untuk berusaha melengkapinya pada saat-saat berikutnya. Berikan pula kesempatan kepada setiap siswa untuk melakukan kontemplasi.
3. Sediakan dan sajikan secara melimpah berbagai bahan dan sumber belajar yang menarik dan bermanfaat bagi siswa.
4. Ciptakan iklim kelas yang memungkinkan siswa merasa nyaman jika melakukan suatu kesalahan, mendorong keberanian siswa untuk mengambil resiko menerima kegaduhan dan kekacauan yang tepat di kelas, serta memberikan otonomi yang luas kepada siswanya untuk mengelola belajarnya sesuai dengan minat, karakteristik dan tujuannya

Pembelajaran yang kreatif memang bukanlah pilihan yang gampang, di dalamnya memerlukan waktu yang lebih dan perencanaan yang matang untuk melahirkan dan mengembangkan ide-ide baru. Selain itu, diperlukan pula keyakinan yang kuat untuk melakukan improvisasi dalam pembelajaran, keberanian untuk mencoba dan kesanggupan untuk menanggung berbagai resiko yang tidak diharapkan dalam pembelajaran. Kendati harus dilakukan melalui usaha yang tidak mudah, pembelajaran untuk kreativitas ini diyakini dapat menjadikan pembelajaran jauh lebih menyenangkan dan memberikan efektivitas yang tinggi.

Terkait dengan peran guru dalam pembentukan kreativitas siswa, Robert J Sternberg mengatakan “The most powerful way to develop creativity in your students is to be a role model. Children develop creativity not when you tell them to, but when you show them.” Dalam melaksanakan pembelajaran, guru harus dapat menunjukkan keteladanannya sebagai sosok yang kreatif.

Seorang guru yang kreatif tidak hanya dituntut memiliki keahlian dalam bidang akademik, namun lebih dari itu dituntut pula untuk dapat menguasai berbagai teknik yang dapat menstimulasi rasa keingintahuan sekaligus dapat menumbuhkan rasa percaya diri dan harga diri (self esteem) setiap siswanya. Guru harus dapat memberikan dorongan pada saat siswa membutuhkannya dan memberikan keyakinan kepada siswanya pada saat dia merasa harga dirinya terancam. Dalam melaksanakan proses pembelajaran, seorang guru harus dapat menjaga keseimbangan antara struktur pembelajaran dengan kesempatan pengembangan diri siswa, antara pengelolaan kelompok (management of groups) dengan perhatian terhadap perbedaan individual siswanya.

Untuk menjadi guru kreatif memang bukan hal yang mudah, terutama bagi guru-guru yang tergolong laggard. Ketika dihadapkan dengan suatu perubahan (inovasi) di sekolah, mereka mungkin cenderung terlambat atau justru hanya berdiam diri menghadapi perubahan yang ada. Jika terus menerus dibiarkan, guru-guru seperti inilah yang sebenarnya dapat merusak pendidikan. Tentunya banyak faktor yang menyebabkan mereka menjadi laggard dan tidak kreatif, baik yang bersumber dari dalam diri guru itu sendiri (internal factors) maupun faktor eksternal. Oleh karena itu, agar guru dapat menjadi kreatif perlu diperhatikan berbagai faktor yang mempengaruhi dan melatarbelakanginya.

Kepemimpinan di sekolah merupakan salah satu faktor yang tidak bisa dilepaskan dalam mengembangkan kreativitas guru maupun kreativitas sekolah secara keseluruhan. Fred Luthans (1995) mengemukakan bahwa kreativitas merupakan salah satu keterampilan yang harus dikuasai oleh seorang manajer. Dalam hal ini, kepala sekolah dituntut untuk dapat menciptakan budaya dan iklim kreativitas di lingkungan sekolah yang mendorong seluruh warga sekolah untuk mengembangkan berbagai kreativitas dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya. Kepala sekolah harus dapat memberikan penghargaan kepada sertiap usaha kreatif yang dilakulan oleh anggotanya, terutama usaha kreatif yang dilakukan oleh guru dan siswa dalam melaksanakan pembelajaran. Kepala sekolah juga dituntut untuk dapat menyediakan sumber-sumber bagi pertumbuhan kreativitas di sekolah.

Selain terdapat guru yang termasuk laggard, tidak sedikit pula guru (dan juga siswa) di sekolah yang sesungguhnya memiliki sikap dan pemikiran kritis dan kreatif, namun karena tidak memperoleh dukungan yang kuat dari sistem sekolah, termasuk dari manajemen sekolah, yang pada akhirnya sikap dan pemikiran kreatifnya tidak dapat berkembang secara wajar. Bahkan, sebaliknya mereka seringkali mengalami tekanan tertentu dari lingkungannya karena dianggap sebagai orang yang “nyeleneh” atau eksentrik.

Berdasarkan uraian di atas, kiranya dapat disimpulkan bahwa siswa yang kreatif dapat dihasilkan melalui guru yang kreatif, dan guru yang kreatif dapat dihasilkan melalui kepala sekolah yang kreatif. Siswa yang kreatif merupakan aset yang sangat berharga bagi kehidupan diri pribadinya maupun orang lain.

PENTING UNTUK GURU KITA

Guru Sebagai Jabatan ProfesionAL

Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran siswa kurang di dorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan sistematis. Proses pembejaran lebih diarahkan kepada kemampuan siswa untuk menghafal informasi. Otak siswa dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi tersebut dan tidak berupaya untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Akibatnya ketika peserta didik kita lulus dari sekolah, mereka pintar secara teoritis, tetapi miskin dalam aplikasi.

Kenyataan ini berlaku untuk semua mata pelajaran. Mata pelajaran sains tidak dapat mengembangkan kemampuan anak untuk berpikir kritis dan sistematis, karena strategi pembelajaran berpikir tidak digunakan secara baik dalam proses pembelajaran. Mata pelajaran agama, tidak dapat mengembangkan sikap yang sesuai dengan norma-norma agama, karena proses pembelajaran hanya diarahkan agar siswa bisa menguasai dan menghafal materi pembelajaran. Mata pelajaran bahasa tidak diarahkan untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi, karena yang dipelajari lebih banyak bahasa sebagai ilmu bukan sebagai alat komunikasi. Anak hafal masalah perkalian dan pembagian, tetapi mereka bingung berapa harus membayar manakala ia disuruh membeli 2,5 kg telur, dengan harga satu kilogram Rp 12.500,-; Anak juga hafal langkah-langkah berpidato, tetapi mereka bingung ketika mereka disuruh bicara di muka umum. Gejala-gejala seperti ini merupakan gejala umum dari hasil proses pendidikan kita. Pendidikan di sekolah terlalu menjejali otak siswa dengan berbagai bahan ajar yang harus dihafal. Pembelajaran tidak diarahkan untuk membangun dan mengembangkan karakter serta potensi yang dimiliki oleh peserta didik. Dengan kata lain proses pendidikan kita tidak pernah diarahkan untuk membentuk manusia yang cerdas, memiliki kemampuan memecahkan masalah hidup, serta tidak diarahkan untuk membentuk manusia yang kreatif dan inovatif.

Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa "Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara".

Terdapat beberapa hal yang perlu ditanggapi dari konsep pendidikan menurut undang-undang tersebut. Pertama, pendidikan adalah suatu usaha sadar yang terencana, hal ini berarti proses pendidikan di sekolah bukanlah proses yang dilaksanakan asal-asalan dan untung-untungan, akan tetapi proses yang bertujuan sehingga segala sesuatu yang dilakukan guru dan siswa diarahkan pada pencapaian tujuan. Kedua, proses pendidikan yang terencana diarahkan untuk mewujutkan suasana belajar dan proses pembelajaran. Hal ini berarti pendidikan tidak boleh mengesampingkan proses dan hasil belajar. Akan tetapi bagaimana memperoleh hasil atau proses belajar yang terjadi pada diri siswa. Dengan demikian, dalam pendidikan antara proses dan hasil harus berjalan secara seimbang. Ketiga, suasana belajar dan pembelajaran itu diarahkan agar peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya, ini berarti proses pendidikan itu harus berorientasi kepada siswa (student active learning). Keempat, akhir dari proses pendidikan adalah kemampuan siswa memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, membentuk kepribadian, memiliki kecerdasan, berakhlak mulia, serta memiliki keterampilan yang diperlukan untuk dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Hal ini berarti proses pendidikan berujung kepada pembentukan sikap, pengembangan kecerdasan atau intelektual, serta pengembangan ketrampilan siswa. Ketiga aspek inilah (sikap, kecerdasan, dan ketrampilan) arah dan tujuan pendidikan yang harus diupayakan.

Tampaknya pelaksanaan pendidikan kita di sekolah belum sesuai dengan harapan tersebut. Mengapa demikian?. Banyak komponen yang dapat mempengaruhinya. Dengan tidak mengesampingkan faktor lain, komponen yang selama ini dianggap sangat mempengaruhi proses pendidikan adalah komponen " guru". Hal ini memang wajar, sebab guru merupakan ujung tombak yang berhubungan langsung dengan siswa sebagai subjek dan objek belajar. Bagaimanapun bagus dan idealnya kurikulum pendidikan, bagaimanapun lengkapnya sarana dan prasarana pendidikan, tanpa diimbangi dengan kemampuan guru dalam mengimplementasikannya, maka semuanya akan kurang bermakna. Oleh sebab itu, untuk mencapai proses dan hasil pendidikan seperti yang diharapkan, sebaiknya dimulai dengan menganalisis komponen guru.

Dalam rangka pencapaian hasil dan proses pembelajaran seperti yang diharapkan, maka upaya pertama yang harus dilakukan adalah memposisikan guru sebagai pekerja yang profesional, mengapa demikian?. Sebab banyak orang termasuk guru sendiri yang meragukan bahwa jabatan guru merupakan jabatan profesional. Ada yang beranggapan bahwa setiap orang bisa menjadi guru. Si Dadap, si Waru, atau siapa saja, walaupun mereka tidak memahami ilmu keguruan dapat saja dianggap sebagai guru, asalkan paham materi pelajaran yang akan diajarkannya. Apakah pandangan seperti itu benar?. Apabila mengajar dianggap hanya sebagai proses penyampaian materi pelajaran, pendapat semacam itu ada benarnya. Konsep mengajar yang demikian, tentunya sangat sederhana, yaitu asal paham informasi yang akan diajarkannya kepada siswa, maka ia dapat menjadi guru. Tetapi mengajar tidak sesederhana itu bukan?. Mengajar tidak sekedar menyampaikan materi pelajaran, akan tetapi suatu proses mengubah perilaku siswa sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Oleh sebab itu dalam poses mengajar terdapat kegiatan membimbing, melatih keterampilan intelektual, keterampilan psikomotorik, dan memotivasi siswa agar memiliki kemampuan inovatif dan kreatif. Oleh karena itu seorang guru perlu memiliki kemampuan merancang dan mengimplementasikan berbagai strategi pembelajaran yang dianggap cocok dengan materi pembelajaran, termasuk di dalamnya memanfaatkan bebagai sumber dan media pembelajaran untuk menjamin efektifitas pembejaran. Dengan demikian, seorang guru perlu memiliki kemampuan khusus, yaitu kemampuan yang tidak mungkin dimiliki oleh orang lain yang bukan guru."A teacher is person charged with the responbility of helping others to learn and to behave in new different ways" (James M. Cooper, 1990). Itulah sebabnya guru adalah pekerjaan profesional yang membutuhkan kemampuan khusus hasil dari proses pendidikan yang dilaksanakan oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK).

Untuk meyakinkan bahwa guru sebagai pekerjaan profesional, marilah kita tinjau ciri-ciri pokok dari pekerjaan profesional : (a) Pekerjaan profesional ditunjang oleh suatu ilmu tertentu secara mendalam yang hanya diperoleh dari lembaga-lembaga pendidikan yang sesuai, sehingga kinerjanya didasarkan kepada keilmuan yang dimilikinya. Seorang dokter, psikolog, saintis, ekonom, dan berbagai profesi lainnya dihasilkan dari lembaga-lembaga pendidikan yang relevan dengan profesi tersebut, (b) Suatu profesi menekankan kepada suatu keahlian dalam bidang tertentu yang spesifik sesuai dengan jenis profesinya, (c) Tingkat kemampuan dan keahlian suatu profesi didasarkan kepada latarbelakang pendidikan yang dialaminya yang diakui oleh masyarakat, sehingga semakin tinggi latarbelakang pendidikan akademik sesuai profesinya, semakin tinggi pula tingkat keahliannya.

Dari ketiga ciri perkerjaan profesional yang disebutkan di atas, lalu apa ciri-ciri guru yang profesional dan apa saja yang harus dibekali oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan untuk menghasilkan calon-calon guru yang profesional? Berikut marilah kita simak ciri-ciri guru yang profesional. Ada tujuh komponen yang harus dimiliki seorang guru dalam menjalankan tugasnya sebagai guru yang profesional, yaitu :

a. Guru sebagai sumber belajar; Peran guru sebagai sumber belajar berkaitan erat dengan penguasaan materi pelajaran dengan baik dan benar. Guru yang profesional manakala ia dapat menguasai materi pelajaran dengan baik, sehingga benar-benar ia berperan sebagai sumber belajar bagi anak didiknya. Apapun yang ditanyakan siswa berkaitan dengan materi pelajaran yang diajarkannya, ia akan bisa menjawab dengan penuh keyakinan. Sebagai sumber belajar, guru harus memiliki bahan referensi yang lebih banyak dibandingkan dengan siswanya. Guru harus mampu menunjukkan sumber belajar yang dapat dipelajari oleh siswa yang biasanya memiliki kecepatan belajar di atas rata-rata siswa lainnya.Guru harus mampu melalukan pemetaan materi pelajaran, misalnya dengan menentukan materi inti (core), yang wajib dipelajari siswa, mana materi tambahan, dan mana materi yang diingat kembali karena pernah di bahas.

b. Guru sebagai fasilitator; Sebagai fasilitator guru guru berperan dalam memberikan pelayanan untuk memudahkan siswa dalam kegiatan proses pembelajaran. Agar dapat melaksanakan peran sebagai fasilitator, ada beberapa hal yang harus dipahami guru. Pertama, guru perlu memahami bebagai jenis media dan sumber belajar beserta fungsi masing-masing media tersebut. Pemahaman terhadap media penting, belum tentu suatu media cocok digunakan untuk mengajarkan semua bahan pelajaran. Kedua, guru perlu mempunyai ketrampilan dalam merancang suatu media. Kemampuan merancang media merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru profesional. Dengan merancang media yang cocok akan memudahkan proses pembelajaran, yang pada gilirannya tujuan pembelajaran akan tercapai secara optimal. Ketiga, guru dituntut untuk mampu mengorganisasikan berbagai jenis media serta dapat memanfaatkan sebagai sumber belajar, termasuk memanfaatkan teknologi informasi. Perkembangan tehnolgi informasi menuntut setiap guru untuk dapat mengikuti perkembangan teknologi mutakhir. Melalui teknologi informasi memungkinkan setiap guru bisa menggunakan berbagai pilihan media yang dianggap cocok. Keempat, sebagai fasilitator guru dituntut agar mempunyai kemampuan dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan siswa. Hal ini sangat penting, kemampuan berkomunikasi secara efektif dapat memudahkan siswa menangkap pesan sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar mereka.

c. Guru Sebagai pengelola; Sebagai pengelola pembelajaran (learning manager), guru berperan dalam menciptakan iklim belajar yang memungkinkan siswa dapat belajar secara nyaman. Melalui pengelolaan kelas yang baik guru dapat menjaga kelas agar tetap kondusif untuk terjadinya proses belajar seluruh siswa. Sebagai menager guru memiliki empat fungsi umum. Pertama, merencanakan tujuan belajar. Fungsi perencanaan merupakan fungsi yang sangat penting bagi seorang manajer. Kegiatan dalam melaksanakan fungsi perencanaan diantaranya memperkirakan tuntutan dan kebutuhan, menentukan tujuan, menulis silabus, menentukan topik yang akan dipelajari, mengalokasikan waktu, serta menentukan sumber yang diperlukan. Melalui fungsi ini guru berusaha menjembatani jurang dimana murid berada dan kemana mereka harus pergi. Keputusan semacam ini menuntut kemampuan berpikir kreatif dan imajinatif. Kedua, mengorganisasikan berbagai sumber belajar untuk mewujudkan tujuan belajar. Fungsi pengorganisasian melibatkan penciptaan secara sengaja suatu lingkungan pembelajaran yang kondusif serta melakukan pendelegasian tanggung jawab dalam rangka mewujutkan tujuan program pembelajaran yang telah direncanakan. Ketiga memimpin yang meliputi memotivasi, mendorong, dan menstimulasi siswa. Fungsi memimpin adalah fungsi yang bersifat pribadi yang melibatkan gaya tertentu. Tugas memimpin adalah berhubungan dengan membimbing, mendorong, dan mengawasi siswa sehingga mereka dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan. Keempat mengawasi segala sesuatu apakah sudah berfungsi sebagaimana mestinya atau belum dalam rangka pencapaiaan tujuan. Fungsi mengawasi bertujuan untuk mengusahakan peristiwa-peristiwa yang sesuai dengan rencana yang telah disusun. Dalam batas-batas tertentu fungsi pengawasan melibatkan pengambilan pengawasan yang terstruktur, walaupun proses tersebut sangat kompleks.

d. Guru sebagai demonstrator; Peran guru sebagai demonstrator adalah peran guru agar dapat mempertunjukkan kepada siswa segala sesuatu yang dapat membuat siswa lebih mengerti dan memahami setiap pesan yang disampaikan. Ada dua konteks guru sebagai demonstrator. Pertama, sebagai demonstrator berarti guru harus menunjukkan sifat-sifat terpuji dalam setiap aspek kehidupan, dan guru merupakan sosok ideal yang dapat diteladani siswa. Kedua, sebagai demonstrator guru harus dapat menunjukkan bagaimana caranya agar setiap materi pelajaran bisa lebih dipahami dan dihayati oleh setiap siswa.

e. Guru sebagai pembimbing; Seorang guru dan siswa seperti halnya petani dengan tanamannya. Seorang petani tidak bisa memaksa agar tanamannya cepat tumbuh dengan menarik batang atau daunnya. Tanaman itu akan berbuah manakala ia memiliki potensi untuk berbuah serta telah sampai pada waktunya untuk berbuah. Tugas seorang petani adalah menjaga agar tanamannya itu tumbuh dengan sempurna, tidak terkena hama dan penyakit yang bisa menyebabkan tanaman tidak berkembang dan tidak tumbuh dengan sehat, hingga tanaman menghasilkan buah. Demikian juga halnya seorang guru. Guru tidak dapat memaksa agar siswanya jadi " ini" atau jadi " itu". Siswa akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemampuannya. Tugas guru adalah menjaga, mengarahkan, dan membimbing agar siswa tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensinya. Agar guru dapat berperan sebagai pembimbing, ada dua hal yang harus dimiliki. Pertama, guru harus memahami anak didik yang sedang dibimbingnya. Misalnya memahami tentang gaya dan kebiasaa belajarnya, memahami potensi dan bakatnya. Kedua, guru harus memahami dan terampil dalam merencanakan, baik merencanakan tujuan dan kompetensi yang akan dicapai, maupun merencanakan proses pembelajaran. Proses bimbingan akan dapat dilakukan dengan baik, manakala sebelumnya guru merencanakan hendak dibawa kemana siswanya, apa yang harus dilakukan, dan lain sebagainya.

f. Guru sebagai motivator; Dalam proses pembelajaran motivasi merupakan salah satu aspek dinamis yang sangat penting. Sering terjadi siswa yang kurang berprestasi bukan disebabkan oleh kurangnya kemampuan. Tetapi disebabkan oleh kurangnya motivasi untuk belajar. Oleh karena itu untuk memperoleh hasil belajar yang optimal, guru dituntut kreatif untuk dapat membangkitkan motivasi belajar siswa. Beberapa hal yang patut diperhatikan agar dapat membangkitkan motivasi belajar adalah sebagai berikut : (1) Memperjelas tujuan yang ingin dicapai, (2) membangkitkan minat siswa, (3) Menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, (4) Memberi pujian yang wajar terhadap keberhasilan siswa, (5) Memberikan penilaian yang positif, (6) Memberi komentar tentang hasil pekerjaan siswa, dan (7) menciptakan persaingan dan kerjasama.

g. Guru sebagai evaluator; Sebagai evaluator, guru berperan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang keberhasilan pembelajaran yang telah dilakukan. Evaluasi tidak hanya dilakukan terhadap hasil akhir pembelajaran (berupa nilai atau angka-angka) tetapi juga dilakukan terhadap proses, kinerja, dan skill siswa dalam proses pembelajaran. Kegiatan yang bertujuan untuk menilai keberhasilan siswa memegang peranan penting. Sebab melalui evaluasi guru dapat menentukan apakah siswa yang diajarkannya sudah memiliki kompetensi yang telah ditetapkan, sehingga mereka layak diberikan program pembelajaran baru; atau malah sebaliknya siswa belum bisa mencapai standar minimal, sehingga mereka perlu diberikan remedial. Sering guru beranggapan bahwa evaluasi sama dengan melakukan "tes", artinya guru telah melakukan evaluasi manakala ia telah melakukan tes. Hal ini tentu kurang tepat, sebab evaluasi adalah suatu proses untuk menentukan nilai atau makna tertentu pada sesuatu yang dievaluasi. Dengan demikian tes hanya salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menentukan makna tersebut. Kelemahan yang sering terjadi dengan pelaksanaan eveluasi selama ini adalah guru dalam menentukan keberhasilan siswa terbatas hanya pada hasil tes yang dilakukan secara tertulis. Akibatnya sasaran pembelajaran hanya terbatas pada kemampuan siswa untuk mengisi soal-soal yang biasa keluar dalam tes. Oleh karena itu evaluasi semestinya juga dilakukan terhadap proses pembelajaran. Hal ini sangat penting sebab evaluasi terhadap proses pembelajaran pada dasarnya evaluasi terhadap keterampilan intelektual secara nyata.

Untuk menghasilkan guru-guru yang profesional merupakan suatu tugas berat yang harus diemban oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) sebagai lembaga yang perperan dalam mempersiapkan tenaga guru, dalam hal ini dilakukan oleh tenaga-tenaga ahli (dosen) yang profesional juga. Dalam mempersiapkan calon guru yang profesional ke depan disarankan bahwa kegiatan perkuliahan yang membekali para calon guru, harus menunjukkan beberapa kriteria pembelajaran yang relevan bagi profesi guru, yaitu (1) Calon guru perlu dipersiapkan untuk mengajar dengan strategi yang tepat, mampu merencanakan dan melaksanakan pembelajaran, dan mampu mengevaluasi hasil pembelajaran, (2) Perkuliahan lebih efektif bila ditanamkan pengalaman belajar seperti menggali dan mengolah informasi, bukan memberi informasi, (3) Para dosen perlu mengembangkan ketrampilan bertanya yang dirancang untuk membantu para calon guru untuk berpikir kritis mengenai materi yang dipelajari, dan membangkitkan kemampuan calon guru untuk dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan, (5) strategi perkuliahan bagi calon guru perlu diarahkan untuk membangun kesadaran terhadap kesulitan-kesulitan konsepsi, melatih keterampilan, dan menumbuhkan sikap ingin tahu. Kita harus menyadari bahwa apapaun yang diperoleh dan dialami oleh calon guru selama dipersiapkan di Lembaga pendidikan guru (pre-service) cenderung akan berbekas dan akan ditiru dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang guru kelak.