Jumat, 13 Agustus 2010

PANDUAN MENULIS BUKU DAN MODUL

PENDAHULUAN
*) Sudjarwo
A. Latar Belakang
Dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003, Pasal 6 Tenaga Pendidik diantaranya tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru. Selanjutnya menurut Undang-Undang RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat dengan peraturan perundang-undangan.
Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional dengan sertifikasi pendidik. Kompetensi guru sebagaimana harus memiliki kualifikasi akademik, kompetensi sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kompetensi meliputi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
Sedang menurut keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 84/1993 BAB V Pasal 6 dinyatakan jenjang pangkat dan jabatan mulai dari pangkat Pengatur Muda golongan ruang II/a sampai pada Pembina Utama golongan ruang IV/e. Kenyataan kondisi guru yang ada di Propinsi DIY menumpuk pada golongan Pembina golongan ruang IV/a.
Membaca gejala yang ada, pemerintah telah menempuh jarak untuk pengusulan Angka Kredit jabatan guru golongan IV/a ke atas tidak lagi ke Jakarta, tetapi dilaksanakan di tingkat Propinsi. Sebagai pusatnya di Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Propinsi DIY.
Untuk membantu para guru yang menempuh pada jenjang jabatan Pembina golongan IV/a ke bawah, LPMP mencoba menindaklanjuti untuk mensosialisasikan, bahkan membantu sebagian guru untuk mencapai “Pengembangan Profesi” setiap tingkat harus terkumpul dua belas kredit.
1
* Widyaiswara Pembina Utama Muda IV/C LPMP DIY
Adapun pengembangan profesi tidak terbatas pada hasil penelitian atau karya ilmiah lain, dapat pula berupa karya ilmiah non ilmiah, diantaranya berupa Buku, Modul dan Diklat. Oleh karena itu pada kesempatan ini, mencoba untuk sedikit informasi bagaimana ciri, bentuk, dan cara penulisan jenis karya tersebut di atas.
B. Tujuan
Menambah wawasan para peserta Diklat Pengembangan Profesi Guru dari Golongan III/d Ke Atas Se-Propinsi DIY tentang seluk beluk penulisan buku, diklat, dan modul.
C. Sasaran
Semua peserta Diklat pengembangan profesi guru golongan III/d Ke Atas Se-Propinsi DIY, yang diselenggarakan LPMP DIY.
2
BAB I
PENGERTIAN, CIRI BUKU DIKTAT DAN MODUL
A. Pengertian
Menurut Suharjono, pada penyusun angka kredit jabatan guru menulis buku merupakan salah satu bentuk kegiatan pengembangan profesi guru. Hasil karya tulis dapat berupa buku pelajaran, modul, diktat maupun karya lain. Sebagai karya ilmiah, kerangka sajian isi buku, diktat, modul harus berada dan memiliki kebenaran ilmiah. Disamping itu buku hendaknya menarik dan mudah dipahami oleh pembacanya. Selanjutnya diuraikan tentang modul, buku pelajaran dan diktat.
Mengutip Kep. Mendikbud No. 025/O/1995 tentang Petunjuk Tehnis Jabatan Fungsional Guru hal 9 dan Suharjono 2001:41 menyatakan :
1. Buku pelajaran, adalah bahan/materi pelajaran yang dituangkan secara tertulis dalam bentuk buku yang digunakan sebagai bahan pegangan belajar dan mengajar baik sebagai pegangan pokok maupun pelengkap.
2. Modul, adalah materi pelajaran yang disusun dan disajikan secara tertulis sedemikian rupa sehingga pembacanya diharapkan dapat menyerap sendiri materi tersebut.
Sedang menurut Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan 2004:2, Modul merupakan alat atau sarana pembelajaran yang berisi Materi, Metode, batasan-batasan dan cara mengevaluasi yang dirancang secara sistematis dan menarik untuk mencapai kompetensi/sub kompetensi yang diharapkan sesuai dengan tingkat kompleksitasnya.
3. Diktat pelajaran, adalah catatan tertulis suatu mata pelajaran atau bidang studi yang dipersiapkan guru untuk mempermudah/memperkaya materi suatu pelajaran/bidang studi yang disampaikan oleh guru dalam proses kegiatan belajar mengajar. Menurut Supardi 2006, Diktat adalah bahan ajar suatu mata pelajaran atau bidang studi yang dipersiapkan guru secara
3
tertulis untuk mempermudah atau memperkaya materi pelajaran/bidang studi yang disampaikan guru dalam proses belajar mengajar.
B. Kaidah-Kaidah Penulisan
1. Penulisan Buku Pelajaran
Kaidah isi buku pelajaran mencakup : (1). Cakupan isi sesuai dengan kurikulum yang berlaku, (2). Urutan sajiannya sesuai dengan waktu yang ditentukan dalam kurikulum, (3). Tingkat kesulitan sesuai dengan tahapan pembelajaran yang ditentukan di kurikulum. Sedangkan kaidah/teknik penulisan seyogyanya; (1). Menggunakan bahasa Indonesia yang baku, (2). Menggunakan kalimat efektif, (3). Menggunakan huruf yang standar, (4). Dilengkapi contoh dan gambar yang memperjelas materi.
2. Penulisan Modul Pelajaran
Modul pada prinsipnya sama dengan buku pelajaran, hanya dituangkan dalam bahasa yang lebih komunikatif dan interaktif, untuk belajar jarak jauh. Oleh karena itu bahasa yang digunakan harus mudah dipahami dan dimengerti oleh para pembaca.
Kriteria penulisan modul pada dasarnya juga tidak berbeda dengan buku pelajaran, jadi ada yang bertaraf nasional ada pula yang tingkatannya lokal. Modul yang bertaraf nasional harus mendapatkan pengesyahan dari Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah atau Ditjen PMPTK Diknas atau yang ditunjuk. Isi modul harus sesuai dengan isi kurikulum yang berlaku. Modul yang bertaraf nasional ini angka kreditnya 5 setiap modul.
3. Diktat Pelajaran
Dalam menulis diktat pelajaran langkah pertama yang harus dilaksanakan adalah membaca kurikulum yang berlaku, kemudian memperhatikan pokok bahasan dan sub pokok bahasannya. Penulisan Diktat harus melihat atau menentukan pokok bahasan atau sub pokok bahasan mana yang
4
belum tercantum atau tidak lengkap yang tercantum atau ditulis dalam buku pelajaran atau buku paket pelajaran yang telah diterbitkan Depdiknas pusat atau Dinas Pendidikan Propinsi. Diktat pelajaran bersifat menambah atau melengkapi materi yang telah ditulis dalam buku pelajaran maupun buku paket yang ada. Bilamana isi diktat yang disusun guru sama dengan buku pelajaran yang telah ada, maka karya yang bersangkutan tidak mendapat nilai kum/angka kredit.
Kriteria membuat Diktat pelajaran dapat dinilai angka kreditnya apabila ;
a). disyahkan oleh kepala sekolah yang bersangkutan. b). isi diktat sesuai dengan kurikulum yang berlaku, c). diktat pelajaran ditulis dan digunakan untuk klas dimana guru mengajar selama 2 semester/satu tahun, d). Materi diktat harus ditulis untuk satu semester, maka harus ada semester lainnya (terdiri dari semester 1, semester 2 ), dan dihitung satu tahun pelajaran, dengan angka kredit 1 (satu) setiap diktat. Bagi guru SD atau guru yang mengampu lebih dari satu mata pelajaran, dalam satu tahun dapat menulis lebih dari satu diktat pelajaran.
5
BAB II
CIRI BUKU, MODUL DAN DIKTAT
A. Deskripsi
1. Deskripsi Buku Pelajaran
Dalam menulis buku pelajaran, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah meneliti dan melihat kurikulum yang berlaku, materi, pokok bahasan atau sub pokok bahasan apa yang tercantum dalam kurikulum. Dengan kegiatan tersebut anda tidak akan sia-sia menulis buku pelajaran, yang sudah disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku. Buku pelajaran ada yang bertaraf nasional dan propinsi. Apabila buku tersebut bertaraf nasional, maka harus ada pengesahan dari Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, atau Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Diknas atau yang ditunjuk. Nilai angka kredit buku bertaraf nasional ini 5 setiap buku. Apabila bertaraf propinsi, harus ada pengesahan dari Kepala Dinas Pendidikan Propinsi penulis, dan buku tersebut digunakan di daerah propinsi yang bersangkutan Nilai angka kredit buku bertaraf propinsi ini adalah 3 untuk setiap bukunya.
Dalam menulis buku pelajaran, guru diperbolehkan menulis buku mata pelajaran yang dikuasai, tidak harus sesuai dengan disiplin ilmu yang diampu di sekolah yang bersangkutan. Tidak setiap guru akan mampu menulis buku semua mata pelajaran. Oleh karena itu pilihlah materi pelajaran yang benar-benar anda kuasai, akan lebih baik kalau sesuai dengan mata pelajaran yang diampu di sekolah. Apabila menulis buku pelajaran yang sesuai dengan kemampuan, dan bidang mata pelajaran yang diampunya, akan lebih mudah dalam penulisannya, disamping isinya juga akan lebih berbobot.
Sepanjang buku tersebut belum disyahkan oleh Ditjen Managemen Pendas dan Menengah atau Ditjen PMPTK Diknas, atau Kepala Diknas
6
Propinsi penulis, maka buku pelajaran atau karya ilmiah itu belum dapat diakui dan tidak dapat dinilai.
2. Deskripsi Modul
Dalam penulisan modul Anda dapat memilih pola/model yang diterapkan oleh Universitas Terbuka atau pola/model yang dikembangkan oleh Pusat Teknologi Komunikasi Pendidikan Nasional, Depdiknas, Balitbang Diknas atau pola/model lainnya, yang prinsip dalam menulis modul sekurang-kurangnya dapat memenuhi kriteria tersebut di atas. Bilamana seorang guru SMP tertentu menyusun modul untuk Universitas Terbuka apakah dapat dinilai ? Jawabannya tentu saja tidak, karena tidak berkaitan dengan kegiatan nyata dengan pengembangan profesi penulis sebagai guru SMP. Untuk itu seyogyanya bagi guru yang ingin menyusun modul diupayakan agar karya ilmiahnya dapat dimanfaatkan oleh lembaga/institusi atau siswa yang ada di tingkat/level dimana guru tersebut melaksanakan tugas utamanya.
3. Diktat Pelajaran
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa pada hakekatnya diktat adalah buku pelajaran yang masih mempunyai keterbatasan baik dalam jangkauan penggunaannya maupun cakupan isinya. Diktat umumnya disusun guru dan diedarkan secara terbatas, cakupan isi juga terbatas.
Dari kerangka tersebut Anda dapat mengembangkan lagi agar lengkap. Dengan memahami apa yang disampaikan di atas para guru dapat melengkapi dengan membaca Pedoman petunjuk praktis Penulisan Karya Tulis Ilmiah di Bidang Pendidikan bagi jabatan fungsional Guru. Diharapkan dengan demikian guru akan dapat memahami dan mengerti bagaimana kegiatan pengembangan profesi khususnya mengenai cara menyusun Karya Tulis Ilmiah (KTI) itu. Harapan selanjutnya para guru termotivasi untuk membuat karya tulis ilmiah sebagai salah satu syarat untuk dapat mengajukan kenaikan jabatan/pangkat ke Pembina golongan
7
IV/a ke atas. Selamat berkarya dan semoga Anda dapat menyusun KTI dengan baik dan benar sehingga melancarkan kenaikan jabatan/pangkat Anda lebih tinggi lagi.
Mustahil untuk dapat mencapai pangkat dan golongan tertinggi sekalipun Prinsip adalah adanya kemauan dan minat yang kuat, serta mau berusaha dengan penuh keyakinan dan percaya diri, dapat dipastikan bahwa kenaikan pangkat pengembangan profesi akan mampu dilampaui dengan mudah, bahkan menjadi kebanggaan serta motivasi baru dan tumbuh menjadi budaya menulis atau berkarya.
B. Kerangka Penulisan
1. Penulisan Buku Pelajaran
a. Kerangka Penulisan Buku Pelajaran adalah :
a. Tujuan pembelajaran umum
b. Tujuan pembelajaran khusus
c. Judul/Sub judul
d. Uraian singkat isi pokok bahasan
e. Uraian pokok isi pelajaran
f. Ringkasan, Rangkuman
g. Latihan, tugas, soal
h. Sumber buku
b. Pendahuluan
- Kata Pengantar
- Daftar Isi
- Penjelasan tujuan buku pelajaran
- Petunjuk Penggunaan Buku
- Petunjuk Pengerjaan Soal
Bagian Isi
- Judul bab atau topik isi bahasan
- Uraian singkat isi pokok bahasan
- Penjelasan tujuan bab
8
- Uraian isi pelajaran
- Penjelasan teori
- Sajian Contoh
- Ringkasan isi buku
- Soal Latihan
- Kunci jawaban, soal latihan
Bagian Penunjang
- Daftar Pustaka
- Lampiran-lampiran
2. Kerangka Penulisan Modul
Kerangka penulisan modul meliputi :
a. Tujuan pembelajaran umum
b. Tujuan pembelajaran khusus
c. Rincian kegiatan
d. Petunjuk belajar
e. Materi
f. Materi Pokok
g. Contoh-contoh
h. Latihan soal dan kuncinya
i. Rangkuman
j. Tugas soal, tes
k. Tes akhir modul dan kunci
l. Rangkuman seluruh modul
Model II
a. Judul
b. Pengantar
c. Petunjuk penggunaan modul
d. Tujuan umum pembelajaran
e. Kemampuan prasyarat
9
f. Pretes
g. Tujuan khusus pembelajaran
h. Isi bahasan
i. Kegiatan belajar
j. Rangkuman
k. Tes
l. Sumber media yang dapat digunakan
m. Tes akhir dan umpan balik
n. Rancangan pengajaran remedial
o. Daftar pustaka
3. Kerangka Penulisan Diktat
Kerangka penulisan diktat sekurang-kurangnya memuat :
a. Judul/sub judul
b. Tujuan pembelajaran
c. Tujuan pembelajaran khusus
d. Uraian materi
e. Latihan/tugas
f. Daftar pustaka
Model II
Bagian Pendahuluan
- Daftar Isi
- Penjelasan tujuan diktat pelajaran
Bagian Isi
- Judul bab atau topik isi bahasan
- Penjelasan tujuan bab
- Penjelasan teori
- Sajian contoh
- Judul latihan
- Daftar pustaka
10
Kemenarikan suatu buku tidak saja dari isi materi yang disajikan tetapi juga sosok tampilan buku.
Berdasar tujuan pokoknya buku dalam bidang pendidikan dapat dikelompokkan sebagai berikut :
Apabila buku dirancang sebagai bahan pembelajaran mandiri siswa, buku jenis ini sering disebut sebagai modul.
Apabila buku diharapkan sebagai bacaan wajib atau bacaan pendukung guna membantu penyajian guru dalam mengajarnya, sangat umum disebut sebagai buku pelajaran atau buku teks. Umumnya jenis buku tersebut mencakup isi bahasan yang lengkap dan diterbitkan serta diedarkan secara luas.
Namun bila buku semacam itu masih diedarkan dalam lingkup terbatas (umumnya hanya digunakan oleh guru yang membuat), dalam bentuk yang lebih sederhana, cakupan isinya lebih sedikit, maka umum disebut sebagai diktat.
11

Langkah Jitu Mengurai Buku Pelajaran

Langkah Jitu Mengurai Carut – Marut Buku Pelajaran


Mendiknas membeli hak cipta sejumlah buku pelajaran. Langkah ini akan mengurangi beban harga dan monopoli para penerbit.



Buku adalah perangkat pengajaran yang tidak mungkin diabaikan. Tanpa buku dunia pendidikan akan timpang. Sebab di sanalah letaknya ilmu pengetahuan yang bisa digunakan dengan cara membaca dan mengajarkannya kepada para siswa.

Dalam perkembangan masa kini, dunia perbukuan makin mengalami perkembangan pesat. Banyak buku tulis oleh berbagai kalangan, dengan tema yang makin beragam. Oplah para penerbitpun makin meningkat.

Namun sayang, perkemmbangan yang mengembirakan ini tidak diikuti oleh harga buku yang murah. Buku masih sebagai barang sekunder karena harganya yang mahal dan cenderung terus merangkak naik, hal itu termasuk buku – buku pelajaran yang banyak digunakan di sekolah – sekolah.

Sudah lama benjadi bahan pemberitahuan bahwa buku yang mahal itu seringkali jadi lahan mencari keuntungan pihak – pihak yang tidak bertanggung jawab. Pentingnya buku dari tingkat SD hingga SMA, membuat para penerbit berlomba – lomba masuk ke sekolah – sekolah dan “bekerjasama” dengan penyelenggara sekolah agar bukunya laku terjual kepada anak murid, meski dengan harga yang tidak wajar.

Tapi dampaknya memang cukup dirasakan oleh orang tua murid. Mereka menjerit bukan hanya kebutuhan pokok yang terus merangkak naik, namun juga kebutuhan pendidikan seperti buku menjadi beban mereka. Oleh beberapa penyelenggara pendidikan, buku seringkali dijual dalam satu paket setiap anak baru masuk sekolah.

Para penerbit akan masuk ke sekolah – sekolah dengan banyak menawarkan keuntungan bahkan iming – iming bonus bagi guru atau kepala sekolah yang berhasil menjual buku dari penerbit yang bersangkutan.akibatnya bukan lagi mutu dari buku pelajaran yang diutamakan namun berapa besar bonus dan keuntungan yang diterima oleh guru atau kepala sekolah. Keadaan ini jelas sangat memperihatikan. Disamping akan mencaring dunia pendidikan.

Salah satu alternatif yang ditawarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) adalah dengan cara membeli hak cipta dari para penulis buku pelajaran tersebut. Dengan cara ini, maka Diknas menjadi pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan harga jual kepada setiap penerbit. Dengan cara ini penerbit tidak lagi bisa mematok harga seenaknya.

Menurut data yang terhimpun, selama 2007 Diknas sudah membeli hak cipta 37 judul buku pelajaran. Jumlah ini masih akan terus meningkat pada 2008 menjadi 250 judul buku.

Buku yang hak ciptanya sudah ditangan Diknas ini, nanti akan disebarkan dengan berbagai cara termasuk lewat internet. Jadi, sekolah – sekolah yang ada di daerah, yang tidak bisa mengambil hard cofy-nya bisa dengan cara menguduh di internet. Selanjutnya boleh diterbitkan dan dijual dengan harga yang sudah dipatok, yakni Rp. 7.500.

Harga ini dibilang sangat murah. Sebab harga cetak buku termasuk kertas sekitar Rp.6.000, jadi masih ada keuntungan sekitar Rp.1.500. Bandingkan dengan harga buku pelajaran saat ini, yang masih sekitar Rp.26.000-30.000 per buku. Sebuah angka yang sangat memberatkan para orang tua murid tentu saja. Harga yang tinggi ini, memeng karena banyak ongkos yang dikeluarkan oleh penerbit dari mulai membayar royalty hingga biaya percetakan. Karena itu tidak heran bila banyak penerbit yang menguasai pasar pembukuan dan menjalin kerjasama dengan pihak kepala sekolah, dan menyebabkan harga buku pelajaran melambung tinggi.

Maka, Menteri Pendidikan Nadional Bambang Sudibyo pun mendapatkan tugas dari presiden untuk membereskan karut – marut buku pelajaran ini. Karut – marut yang sudah berlangsung lama ini, bi.la tidak diatasi hanya akan menambah rusak dunia pendidikan. Caranya, salah satunya adalah dengan membeli hak cipta buku.

Selama ini., Dikans sudah membeli hak cipta dari guru Pembina mata pelajaran seharga Rp. 45 juta -75 juta perjudul buku. Dengan cara ini, Diknas menjadi leluasa untuk menerbitkan dan menentukan harganya.

Soal harga dari pihak lain yang ingin menjual, kemudian menjadi hukum pasar yang berlaku. Mereka yang menjual dengan kertas yang bagus akan banyak diminati pembeli sementara yang tidak bisa menyajikan, tentu saja akan ditinggalkan. Sedangkan harga tetap dipatok oleh Dikanas yaitu Rp 7.500.

Kebijakan ini juga disertai ddengan kewajiban sekolah memilih sendiri buku yang sudah direkomendasikan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP). Salah satu ketentuan yang sudah disepakati adalah masa pakai satu buku peklajaran adalah lima tahun. Artinya, satu siswa masih bisa memakai buku tanpa harus berganti tiap tahun. Dan orang tua yang memiliki anak – anak lebih dari satu yang sedang bersekolah, maka buku bekas dari sang kakak masih bisa dipakai oleh adik – adiknya yang sedang bersekolah.

Ketentuan dari BNSP ini bukan peraturan kosong belaka, namun memiliki kekuatan hukum. Sebab sekolah yang melanggar ketentuan pemakaian buku akan dikenakan sanksi, minimal sanksi pegawai negeri.

Cara yang sudah ditempuh oleh Diknas ini, memiliki dampak yang cukup bagus terutama dari siswa dan guru. Dari sisi siswa jelas mereka tidak akan terbebani dengan buku yang bergonta – ganti, dan keluhan orang tua bisa teratasi. Sedangkan dari sisi guru, hal ini akan merangsang mereka untuk rajin menulis buku. Guru, yang seharusnya memiliki kemampuan menulis buku pelajaran, akan terus mengasah kemampuannya. Mereka bukan saja mengajar, tapi juga bisa menularkan ilmunya lewat buku.

Dari sini, kemampuan guru dalam menulis akan medapatkan tempat. Dan menurut Direktur Jendral Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah Depdiknas Suhyanto, pihaknya saat ini sedang merancang untuk mengadakan pelatihan bagi guru – guru agar bisa menulis buku pelajaran.

Kita sama – sama tahu bahwa selama ini, tidak banyak guru yang mengabdikan hidupnay untuk penulisan buku. Hal itu karena guru selama ini lebih sebagai pengajar dan organisatoris di sekolah, sehingga waktu sudah habis untuk kegiatan mengajar disekolah.

Maka, bila akan disusun sebuah rencana untuk membuat pelatihan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, perlu direkrut guru- guru yang benar – benar kompten dibidangnya. Kompetensi ini akan menentukan mutu buku yang bakal dia tulis. Kedua, pelatihan yang perlu dilakukan secara kontinyu. Sebab deengan cara inj maka kesinambungan akan terus berjalan. Soalnya adalah penulisan buku adalah sebuah pengetahuan yang terus berkembang dan tidak sekali terjadi. Maka, pelatihan yang berkesinambungan akan membantu meng up-date, kopetensi dan pengetahuan guru.

Guru bagi dunia pendidikan memang tidak bisa dilepaskan. Tidak heran bila mutu dunia pendidikan salah satunya ditentukan oleh mutu buku – bu8ku yang beredar yang menjadi pegangan siswa dan guru. Tapi, dunia perbukuan di tanah air, seperti sudah diurai di atas, memang ibarat jalinan benang kusut yang nyaris tidak tidak bisa diurai. Di dalamnya terikat banyak faktor yang saling terkait, bukan hanya soal pendidikan. Ada faktor kuat yang ikut menentukan yaitu soal komersialisasi pendidikan, kapitalisme, dan upaya – upaya instan dalam mengejar target kelulusan.

Karena itu, untuk mengurainya memnag dibutuhkan keberanian dari seorang pemimpin agar berani bertindak. Cara apapun, akan menentukan masa depan dunia pendidikan selanjutnya. Dan tidak mungkin semua urusan perbukuan ini semata – mata diserahkan kepada penerbitan dengan memakai mekanisme pasar. Dunia pendidikan harus berada dalam kontrol ketat dari institusi berwenang, termasuk di dalamnya peraturan buku pegangan.

Kita sudah pernah membiarkan sekolah memilih sendiri buku pelajaran, dan menyerahkan pengadaan bukunya kepada para penerbit swasta. Namun apa yang terjadi kemudian adalah sebuah proses kongkali-kong dan pengaturan harga buku oleh para penerbit yang menguasai jalur hingga ke sekolah – sekolah. Mereka belum bisa mendikte harga, mendikte para guru dan kepala sekolah. Tapi ujungnya dunia pendidikan menjadi makin mahal, hanya karena komponen buku. Padahal dalam situasi yang serba sulit sekarang ini yang dibutuhkan adalah kebijakan sekolah murah yang bisa diakses sebanyak – banyaknya masyarakat, sebagaimana amanat Undang - Undang Dasar.

PERSYARATAN POKOK SETIAP JENIS KARYA TULIS ILMIAH GURU (APIK)

A. PERSYARATAN POKOK SETIAP JENIS KARYA TULIS ILMIAH GURU (APIK)

1. ASLI (Original), karya tulis ilmiah populer yang dihasilkan harus merupakan produk asli guru (penulis) dan sesuai dengan bidang studi/mata pelajaran/mata diklat yang diampu, dan tempat bekerja.
2. PENTING DAN BERMANFAAT (Useful), karya tulis ilmiah populer yang dihasilkan guru harus dirasakan manfaatnya secara langsung oleh guru dalam peningkatan kualitas pembelajaran pelatihan sehari-hari.
3. ILMIAH (Scientific), karya tulis populer yang dihasilkan guru harus disusun secara ilmiah, sistematis, runtut, dan menggunakan bahasa populer, sesuai persyaratan penulisan karya ilmiah.
4. KONSISTEN (Concistency), karya tulis ilmiah populer yang dihasilkan guru harus memperlihatkan keajegan dan konsistensi pemikiran yang utuh, baik secara keseluruhan maupun hubungan antar bab/antar bagian dalam karya tulis yang disajikan.

B. KRITERIA POKOK SETIAP JENIS KARYA TULIS ILMIAH

1. Ada “MASALAH” pokok yang dijadikan dasar penulisan, dan masalah tersebut sesuai atau menyangkut kegiatan pembelajaran/pelatihan yang dilaksanakan guru sehari-hari.
2. Ada “TEORI ATAU KAJIAN PUSTAKA” yang mendukung upaya pemecahan masalah yang dihadapi.
3. Ada “METODOLOGI/STRATEGI” yang dilakukan secara runtut dalam upaya pemecahan masalah yang dihadapi.
4. Ada “DATA/FAKTA” yang mendukung pembahasan masalah yang dihadapi.
5. Ada “ALTERNATIF PEMECAHAN” yang dikemukakan atau dibahas untuk solusi masalah yang dihadapi.
6. Ada “KESIMPULAN DAN REKOMENDASI” yang dikemukakan berdasarkan analisis data terhadap upaya pemecahan maslaah yang dihadapi.
7. Ada Referensi atau sumber pustaka pendukung yang disusun secara runtut.

Kreativitas di Sekolah

Kreativitas di Sekolah

Kreativitas di SekolahDalam bahasa yang sederhana, kreativitas dapat diartikan sebagai suatu proses mental yang dapat melahirkan gagasan-gagasan atau konsep-konsep baru. Menurut National Advisory Committees UK (1999), bahwa kreativitas memiliki empat karakteristik, yaitu: (1) berfikir dan bertindak secara imajinatif, (2) seluruh aktivitas imajinatif itu memiliki tujuan yang jelas; (3) melalui suatu proses yang dapat melahirkan sesuatu yang orisinal; dan (4) hasilnya harus dapat memberikan nilai tambah. Keempat karakteristik tersebut harus merupakan suatu kesatuan yang utuh. Bukanlah suatu kreativitas jika hanya salah satu atau sebagian saja dari keempat karateristik tersebut.

Robert Fritz (1994) mengatakan bahwa “The most important developments in civilization have come through the creative process, but ironically, most people have not been taught to be creative.” Hal senada disampaikan pula Ashfaq Ishaq: “We humans have not yet achieved our full creative potential primarily because every child’s creativity is not properly nurtured. The critical role of imagination, discovery and creativity in a child’s education is only beginning to come to light and, even within the educational community, many still do not appreciate or realize its vital importance. Memang harus diakui bahwa hingga saat ini sistem sekolah belum sepenuhnya dapat mengembangkan dan menghasilkan para lulusannya untuk menjadi individu-individu yang kreatif. Para siswa lebih cenderung disiapkan untuk menjadi seorang tenaga juru yang mengerjakan hal-hal teknis dari pada menjadi seorang yang visioner (baca: pemimpin). Apa yang dibelajarkan di sekolah seringkali kurang memberikan manfaat bagi kehidupan siswa dan kurang selaras dengan perkembangan lingkungan yang terus berubah dengan pesat dan sulit diramalkan. Begitu pula, proses pembelajaran yang dilakukan tampaknya masih lebih menekankan pada pembelajaran “what is” yang menuntut siswa untuk menghafalkan fakta-fakta, dari pada pembelajaran “what can be”, yang dapat mengantarkan siswa untuk menjadi dirinya sendiri secara utuh dan orisinal.

Oleh karena itu, betapa pentingnya pengembangan kreativiitas di sekolah agar proses pendidikan di sekolah benar-benar dapat memiliki relevansi yang tinggi dan menghasilkan para lulusannya yang memiliki kreativitas tinggi. Sekolah seyogyanya dapat menyediakan kurikulum yang memungkinkan para siswa dapat berfikir kritis dan kreatif, serta memiliki keterampilan pemecahan masalah, sehingga pada gilirannya mereka dapat merespons secara positif setiap kesempatan dan tantangan yang ada serta mampu mengelola resiko untuk kepentingan kehidupan pada masa sekarang maupun mendatang.

Menurut Robert J Sternberg, seorang siswa dikatakan memiliki kreativitas di kelas manakala mereka senatiasa menunjukkan: (1) merasa penasaran dan memiliki rasa ingin tahu, mempertanyakan dan menantang serta tidak terpaku pada kaidah-kaidah yang ada; (2) memiliki kemampuan berfikir lateral dan mampu membuat hubungan-hubungan diluar hubungan yang lazim; (3) memimpikan tentang sesuatu, dapat membayangkan, melihat berbagai kemungkinan, bertanya “ apa jika seandanya” (what if?), dan melihat sesuatu dari sudut pandang yang berbeda; (4) mengeksplorasi berbagai pemikiran dan pilihan, memainkan ideanya, mencobakan alternatif-alternatif dengan melalui pendekatan yang segar, memelihara pemikiran yang terbuka dan memodifikasi pemikirannya untuk memperoleh hasil yang kreatif; dan (5) merefleksi secara kritis atas setiap gagasan, tindakan dan hasil-hasil, meninjau ulang kemajuan yang telah dicapai, mengundang dan memanfaatkan umpan balik, mengkritik secara konstruktif dan dapat melakukan pengamatan secara cerdik.

Pembelajaran yang kreatif dapat dilihat dari dua sisi, yaitu : (1) mengajar secara kreatif (creative teaching) dan (2) mengajar untuk kreativitas (teaching for creativity). Mengajar secara kreatif menggambarkan bagaimana guru dapat menggunakan pendekatan-pendekatan yang imajinatif sehingga kegiatan pembelajaran dapat semakin lebih menarik, membangkitkan gairah, dan efektif. Sedangkan mengajar untuk kreativitas berkaitan dengan penggunaan bentuk-bentuk pembelajaran yang ditujukan untuk mengembangkan para siswa agar memiliki kemampuan berfikir dan berperilaku kreatif.

Kedua konsep tersebut tidak dapat dipisahkan, mengajar untuk kreativitas didalamnya harus melibatkan mengajar secara kreatif. Mengajar secara kreatif dan mengajar untuk kreativitas pada dasarnya mencakup seluruh karateristik pembelajaran yang baik (good learning and teaching), seperti tentang: motivasi dan ekspektasi yang tinggi, kemampuan berkomunikasi dan mendengarkan, kemampuan untuk membangkitkan gairah belajar, inspiratif, kontekstual, konstruktivistik, dan sejenisnya.

Carolyn Edwards dan Kay Springate dalam artikelnya yang berjudul “The lion comes out of the stone: Helping young children achieve their creative potential” memberikan saran tentang upaya pengembangan kreativiitas siswa, sebagai berikut:

1. Berikan kesempatan dan waktu yang leluasa kepada setiap siswa untuk mengeksplorasi dan melakukan pekerjaan terbaiknya dan jangan mengintervensi pada saat mereka justru sedang termotivasi dalam menyelesaikan tugas-tugasnya secara produktif.
2. Ciptakan lingkungan kelas yang menarik dan mengasyikkan. Lakukan “unfinished work” sehingga siswa merasa penasaran dan tergoda pemikirannya untuk berusaha melengkapinya pada saat-saat berikutnya. Berikan pula kesempatan kepada setiap siswa untuk melakukan kontemplasi.
3. Sediakan dan sajikan secara melimpah berbagai bahan dan sumber belajar yang menarik dan bermanfaat bagi siswa.
4. Ciptakan iklim kelas yang memungkinkan siswa merasa nyaman jika melakukan suatu kesalahan, mendorong keberanian siswa untuk mengambil resiko menerima kegaduhan dan kekacauan yang tepat di kelas, serta memberikan otonomi yang luas kepada siswanya untuk mengelola belajarnya sesuai dengan minat, karakteristik dan tujuannya

Pembelajaran yang kreatif memang bukanlah pilihan yang gampang, di dalamnya memerlukan waktu yang lebih dan perencanaan yang matang untuk melahirkan dan mengembangkan ide-ide baru. Selain itu, diperlukan pula keyakinan yang kuat untuk melakukan improvisasi dalam pembelajaran, keberanian untuk mencoba dan kesanggupan untuk menanggung berbagai resiko yang tidak diharapkan dalam pembelajaran. Kendati harus dilakukan melalui usaha yang tidak mudah, pembelajaran untuk kreativitas ini diyakini dapat menjadikan pembelajaran jauh lebih menyenangkan dan memberikan efektivitas yang tinggi.

Terkait dengan peran guru dalam pembentukan kreativitas siswa, Robert J Sternberg mengatakan “The most powerful way to develop creativity in your students is to be a role model. Children develop creativity not when you tell them to, but when you show them.” Dalam melaksanakan pembelajaran, guru harus dapat menunjukkan keteladanannya sebagai sosok yang kreatif.

Seorang guru yang kreatif tidak hanya dituntut memiliki keahlian dalam bidang akademik, namun lebih dari itu dituntut pula untuk dapat menguasai berbagai teknik yang dapat menstimulasi rasa keingintahuan sekaligus dapat menumbuhkan rasa percaya diri dan harga diri (self esteem) setiap siswanya. Guru harus dapat memberikan dorongan pada saat siswa membutuhkannya dan memberikan keyakinan kepada siswanya pada saat dia merasa harga dirinya terancam. Dalam melaksanakan proses pembelajaran, seorang guru harus dapat menjaga keseimbangan antara struktur pembelajaran dengan kesempatan pengembangan diri siswa, antara pengelolaan kelompok (management of groups) dengan perhatian terhadap perbedaan individual siswanya.

Untuk menjadi guru kreatif memang bukan hal yang mudah, terutama bagi guru-guru yang tergolong laggard. Ketika dihadapkan dengan suatu perubahan (inovasi) di sekolah, mereka mungkin cenderung terlambat atau justru hanya berdiam diri menghadapi perubahan yang ada. Jika terus menerus dibiarkan, guru-guru seperti inilah yang sebenarnya dapat merusak pendidikan. Tentunya banyak faktor yang menyebabkan mereka menjadi laggard dan tidak kreatif, baik yang bersumber dari dalam diri guru itu sendiri (internal factors) maupun faktor eksternal. Oleh karena itu, agar guru dapat menjadi kreatif perlu diperhatikan berbagai faktor yang mempengaruhi dan melatarbelakanginya.

Kepemimpinan di sekolah merupakan salah satu faktor yang tidak bisa dilepaskan dalam mengembangkan kreativitas guru maupun kreativitas sekolah secara keseluruhan. Fred Luthans (1995) mengemukakan bahwa kreativitas merupakan salah satu keterampilan yang harus dikuasai oleh seorang manajer. Dalam hal ini, kepala sekolah dituntut untuk dapat menciptakan budaya dan iklim kreativitas di lingkungan sekolah yang mendorong seluruh warga sekolah untuk mengembangkan berbagai kreativitas dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya. Kepala sekolah harus dapat memberikan penghargaan kepada sertiap usaha kreatif yang dilakulan oleh anggotanya, terutama usaha kreatif yang dilakukan oleh guru dan siswa dalam melaksanakan pembelajaran. Kepala sekolah juga dituntut untuk dapat menyediakan sumber-sumber bagi pertumbuhan kreativitas di sekolah.

Selain terdapat guru yang termasuk laggard, tidak sedikit pula guru (dan juga siswa) di sekolah yang sesungguhnya memiliki sikap dan pemikiran kritis dan kreatif, namun karena tidak memperoleh dukungan yang kuat dari sistem sekolah, termasuk dari manajemen sekolah, yang pada akhirnya sikap dan pemikiran kreatifnya tidak dapat berkembang secara wajar. Bahkan, sebaliknya mereka seringkali mengalami tekanan tertentu dari lingkungannya karena dianggap sebagai orang yang “nyeleneh” atau eksentrik.

Berdasarkan uraian di atas, kiranya dapat disimpulkan bahwa siswa yang kreatif dapat dihasilkan melalui guru yang kreatif, dan guru yang kreatif dapat dihasilkan melalui kepala sekolah yang kreatif. Siswa yang kreatif merupakan aset yang sangat berharga bagi kehidupan diri pribadinya maupun orang lain.

PENTING UNTUK GURU KITA

Guru Sebagai Jabatan ProfesionAL

Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran siswa kurang di dorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan sistematis. Proses pembejaran lebih diarahkan kepada kemampuan siswa untuk menghafal informasi. Otak siswa dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi tersebut dan tidak berupaya untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Akibatnya ketika peserta didik kita lulus dari sekolah, mereka pintar secara teoritis, tetapi miskin dalam aplikasi.

Kenyataan ini berlaku untuk semua mata pelajaran. Mata pelajaran sains tidak dapat mengembangkan kemampuan anak untuk berpikir kritis dan sistematis, karena strategi pembelajaran berpikir tidak digunakan secara baik dalam proses pembelajaran. Mata pelajaran agama, tidak dapat mengembangkan sikap yang sesuai dengan norma-norma agama, karena proses pembelajaran hanya diarahkan agar siswa bisa menguasai dan menghafal materi pembelajaran. Mata pelajaran bahasa tidak diarahkan untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi, karena yang dipelajari lebih banyak bahasa sebagai ilmu bukan sebagai alat komunikasi. Anak hafal masalah perkalian dan pembagian, tetapi mereka bingung berapa harus membayar manakala ia disuruh membeli 2,5 kg telur, dengan harga satu kilogram Rp 12.500,-; Anak juga hafal langkah-langkah berpidato, tetapi mereka bingung ketika mereka disuruh bicara di muka umum. Gejala-gejala seperti ini merupakan gejala umum dari hasil proses pendidikan kita. Pendidikan di sekolah terlalu menjejali otak siswa dengan berbagai bahan ajar yang harus dihafal. Pembelajaran tidak diarahkan untuk membangun dan mengembangkan karakter serta potensi yang dimiliki oleh peserta didik. Dengan kata lain proses pendidikan kita tidak pernah diarahkan untuk membentuk manusia yang cerdas, memiliki kemampuan memecahkan masalah hidup, serta tidak diarahkan untuk membentuk manusia yang kreatif dan inovatif.

Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa "Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara".

Terdapat beberapa hal yang perlu ditanggapi dari konsep pendidikan menurut undang-undang tersebut. Pertama, pendidikan adalah suatu usaha sadar yang terencana, hal ini berarti proses pendidikan di sekolah bukanlah proses yang dilaksanakan asal-asalan dan untung-untungan, akan tetapi proses yang bertujuan sehingga segala sesuatu yang dilakukan guru dan siswa diarahkan pada pencapaian tujuan. Kedua, proses pendidikan yang terencana diarahkan untuk mewujutkan suasana belajar dan proses pembelajaran. Hal ini berarti pendidikan tidak boleh mengesampingkan proses dan hasil belajar. Akan tetapi bagaimana memperoleh hasil atau proses belajar yang terjadi pada diri siswa. Dengan demikian, dalam pendidikan antara proses dan hasil harus berjalan secara seimbang. Ketiga, suasana belajar dan pembelajaran itu diarahkan agar peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya, ini berarti proses pendidikan itu harus berorientasi kepada siswa (student active learning). Keempat, akhir dari proses pendidikan adalah kemampuan siswa memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, membentuk kepribadian, memiliki kecerdasan, berakhlak mulia, serta memiliki keterampilan yang diperlukan untuk dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Hal ini berarti proses pendidikan berujung kepada pembentukan sikap, pengembangan kecerdasan atau intelektual, serta pengembangan ketrampilan siswa. Ketiga aspek inilah (sikap, kecerdasan, dan ketrampilan) arah dan tujuan pendidikan yang harus diupayakan.

Tampaknya pelaksanaan pendidikan kita di sekolah belum sesuai dengan harapan tersebut. Mengapa demikian?. Banyak komponen yang dapat mempengaruhinya. Dengan tidak mengesampingkan faktor lain, komponen yang selama ini dianggap sangat mempengaruhi proses pendidikan adalah komponen " guru". Hal ini memang wajar, sebab guru merupakan ujung tombak yang berhubungan langsung dengan siswa sebagai subjek dan objek belajar. Bagaimanapun bagus dan idealnya kurikulum pendidikan, bagaimanapun lengkapnya sarana dan prasarana pendidikan, tanpa diimbangi dengan kemampuan guru dalam mengimplementasikannya, maka semuanya akan kurang bermakna. Oleh sebab itu, untuk mencapai proses dan hasil pendidikan seperti yang diharapkan, sebaiknya dimulai dengan menganalisis komponen guru.

Dalam rangka pencapaian hasil dan proses pembelajaran seperti yang diharapkan, maka upaya pertama yang harus dilakukan adalah memposisikan guru sebagai pekerja yang profesional, mengapa demikian?. Sebab banyak orang termasuk guru sendiri yang meragukan bahwa jabatan guru merupakan jabatan profesional. Ada yang beranggapan bahwa setiap orang bisa menjadi guru. Si Dadap, si Waru, atau siapa saja, walaupun mereka tidak memahami ilmu keguruan dapat saja dianggap sebagai guru, asalkan paham materi pelajaran yang akan diajarkannya. Apakah pandangan seperti itu benar?. Apabila mengajar dianggap hanya sebagai proses penyampaian materi pelajaran, pendapat semacam itu ada benarnya. Konsep mengajar yang demikian, tentunya sangat sederhana, yaitu asal paham informasi yang akan diajarkannya kepada siswa, maka ia dapat menjadi guru. Tetapi mengajar tidak sesederhana itu bukan?. Mengajar tidak sekedar menyampaikan materi pelajaran, akan tetapi suatu proses mengubah perilaku siswa sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Oleh sebab itu dalam poses mengajar terdapat kegiatan membimbing, melatih keterampilan intelektual, keterampilan psikomotorik, dan memotivasi siswa agar memiliki kemampuan inovatif dan kreatif. Oleh karena itu seorang guru perlu memiliki kemampuan merancang dan mengimplementasikan berbagai strategi pembelajaran yang dianggap cocok dengan materi pembelajaran, termasuk di dalamnya memanfaatkan bebagai sumber dan media pembelajaran untuk menjamin efektifitas pembejaran. Dengan demikian, seorang guru perlu memiliki kemampuan khusus, yaitu kemampuan yang tidak mungkin dimiliki oleh orang lain yang bukan guru."A teacher is person charged with the responbility of helping others to learn and to behave in new different ways" (James M. Cooper, 1990). Itulah sebabnya guru adalah pekerjaan profesional yang membutuhkan kemampuan khusus hasil dari proses pendidikan yang dilaksanakan oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK).

Untuk meyakinkan bahwa guru sebagai pekerjaan profesional, marilah kita tinjau ciri-ciri pokok dari pekerjaan profesional : (a) Pekerjaan profesional ditunjang oleh suatu ilmu tertentu secara mendalam yang hanya diperoleh dari lembaga-lembaga pendidikan yang sesuai, sehingga kinerjanya didasarkan kepada keilmuan yang dimilikinya. Seorang dokter, psikolog, saintis, ekonom, dan berbagai profesi lainnya dihasilkan dari lembaga-lembaga pendidikan yang relevan dengan profesi tersebut, (b) Suatu profesi menekankan kepada suatu keahlian dalam bidang tertentu yang spesifik sesuai dengan jenis profesinya, (c) Tingkat kemampuan dan keahlian suatu profesi didasarkan kepada latarbelakang pendidikan yang dialaminya yang diakui oleh masyarakat, sehingga semakin tinggi latarbelakang pendidikan akademik sesuai profesinya, semakin tinggi pula tingkat keahliannya.

Dari ketiga ciri perkerjaan profesional yang disebutkan di atas, lalu apa ciri-ciri guru yang profesional dan apa saja yang harus dibekali oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan untuk menghasilkan calon-calon guru yang profesional? Berikut marilah kita simak ciri-ciri guru yang profesional. Ada tujuh komponen yang harus dimiliki seorang guru dalam menjalankan tugasnya sebagai guru yang profesional, yaitu :

a. Guru sebagai sumber belajar; Peran guru sebagai sumber belajar berkaitan erat dengan penguasaan materi pelajaran dengan baik dan benar. Guru yang profesional manakala ia dapat menguasai materi pelajaran dengan baik, sehingga benar-benar ia berperan sebagai sumber belajar bagi anak didiknya. Apapun yang ditanyakan siswa berkaitan dengan materi pelajaran yang diajarkannya, ia akan bisa menjawab dengan penuh keyakinan. Sebagai sumber belajar, guru harus memiliki bahan referensi yang lebih banyak dibandingkan dengan siswanya. Guru harus mampu menunjukkan sumber belajar yang dapat dipelajari oleh siswa yang biasanya memiliki kecepatan belajar di atas rata-rata siswa lainnya.Guru harus mampu melalukan pemetaan materi pelajaran, misalnya dengan menentukan materi inti (core), yang wajib dipelajari siswa, mana materi tambahan, dan mana materi yang diingat kembali karena pernah di bahas.

b. Guru sebagai fasilitator; Sebagai fasilitator guru guru berperan dalam memberikan pelayanan untuk memudahkan siswa dalam kegiatan proses pembelajaran. Agar dapat melaksanakan peran sebagai fasilitator, ada beberapa hal yang harus dipahami guru. Pertama, guru perlu memahami bebagai jenis media dan sumber belajar beserta fungsi masing-masing media tersebut. Pemahaman terhadap media penting, belum tentu suatu media cocok digunakan untuk mengajarkan semua bahan pelajaran. Kedua, guru perlu mempunyai ketrampilan dalam merancang suatu media. Kemampuan merancang media merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru profesional. Dengan merancang media yang cocok akan memudahkan proses pembelajaran, yang pada gilirannya tujuan pembelajaran akan tercapai secara optimal. Ketiga, guru dituntut untuk mampu mengorganisasikan berbagai jenis media serta dapat memanfaatkan sebagai sumber belajar, termasuk memanfaatkan teknologi informasi. Perkembangan tehnolgi informasi menuntut setiap guru untuk dapat mengikuti perkembangan teknologi mutakhir. Melalui teknologi informasi memungkinkan setiap guru bisa menggunakan berbagai pilihan media yang dianggap cocok. Keempat, sebagai fasilitator guru dituntut agar mempunyai kemampuan dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan siswa. Hal ini sangat penting, kemampuan berkomunikasi secara efektif dapat memudahkan siswa menangkap pesan sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar mereka.

c. Guru Sebagai pengelola; Sebagai pengelola pembelajaran (learning manager), guru berperan dalam menciptakan iklim belajar yang memungkinkan siswa dapat belajar secara nyaman. Melalui pengelolaan kelas yang baik guru dapat menjaga kelas agar tetap kondusif untuk terjadinya proses belajar seluruh siswa. Sebagai menager guru memiliki empat fungsi umum. Pertama, merencanakan tujuan belajar. Fungsi perencanaan merupakan fungsi yang sangat penting bagi seorang manajer. Kegiatan dalam melaksanakan fungsi perencanaan diantaranya memperkirakan tuntutan dan kebutuhan, menentukan tujuan, menulis silabus, menentukan topik yang akan dipelajari, mengalokasikan waktu, serta menentukan sumber yang diperlukan. Melalui fungsi ini guru berusaha menjembatani jurang dimana murid berada dan kemana mereka harus pergi. Keputusan semacam ini menuntut kemampuan berpikir kreatif dan imajinatif. Kedua, mengorganisasikan berbagai sumber belajar untuk mewujudkan tujuan belajar. Fungsi pengorganisasian melibatkan penciptaan secara sengaja suatu lingkungan pembelajaran yang kondusif serta melakukan pendelegasian tanggung jawab dalam rangka mewujutkan tujuan program pembelajaran yang telah direncanakan. Ketiga memimpin yang meliputi memotivasi, mendorong, dan menstimulasi siswa. Fungsi memimpin adalah fungsi yang bersifat pribadi yang melibatkan gaya tertentu. Tugas memimpin adalah berhubungan dengan membimbing, mendorong, dan mengawasi siswa sehingga mereka dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan. Keempat mengawasi segala sesuatu apakah sudah berfungsi sebagaimana mestinya atau belum dalam rangka pencapaiaan tujuan. Fungsi mengawasi bertujuan untuk mengusahakan peristiwa-peristiwa yang sesuai dengan rencana yang telah disusun. Dalam batas-batas tertentu fungsi pengawasan melibatkan pengambilan pengawasan yang terstruktur, walaupun proses tersebut sangat kompleks.

d. Guru sebagai demonstrator; Peran guru sebagai demonstrator adalah peran guru agar dapat mempertunjukkan kepada siswa segala sesuatu yang dapat membuat siswa lebih mengerti dan memahami setiap pesan yang disampaikan. Ada dua konteks guru sebagai demonstrator. Pertama, sebagai demonstrator berarti guru harus menunjukkan sifat-sifat terpuji dalam setiap aspek kehidupan, dan guru merupakan sosok ideal yang dapat diteladani siswa. Kedua, sebagai demonstrator guru harus dapat menunjukkan bagaimana caranya agar setiap materi pelajaran bisa lebih dipahami dan dihayati oleh setiap siswa.

e. Guru sebagai pembimbing; Seorang guru dan siswa seperti halnya petani dengan tanamannya. Seorang petani tidak bisa memaksa agar tanamannya cepat tumbuh dengan menarik batang atau daunnya. Tanaman itu akan berbuah manakala ia memiliki potensi untuk berbuah serta telah sampai pada waktunya untuk berbuah. Tugas seorang petani adalah menjaga agar tanamannya itu tumbuh dengan sempurna, tidak terkena hama dan penyakit yang bisa menyebabkan tanaman tidak berkembang dan tidak tumbuh dengan sehat, hingga tanaman menghasilkan buah. Demikian juga halnya seorang guru. Guru tidak dapat memaksa agar siswanya jadi " ini" atau jadi " itu". Siswa akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemampuannya. Tugas guru adalah menjaga, mengarahkan, dan membimbing agar siswa tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensinya. Agar guru dapat berperan sebagai pembimbing, ada dua hal yang harus dimiliki. Pertama, guru harus memahami anak didik yang sedang dibimbingnya. Misalnya memahami tentang gaya dan kebiasaa belajarnya, memahami potensi dan bakatnya. Kedua, guru harus memahami dan terampil dalam merencanakan, baik merencanakan tujuan dan kompetensi yang akan dicapai, maupun merencanakan proses pembelajaran. Proses bimbingan akan dapat dilakukan dengan baik, manakala sebelumnya guru merencanakan hendak dibawa kemana siswanya, apa yang harus dilakukan, dan lain sebagainya.

f. Guru sebagai motivator; Dalam proses pembelajaran motivasi merupakan salah satu aspek dinamis yang sangat penting. Sering terjadi siswa yang kurang berprestasi bukan disebabkan oleh kurangnya kemampuan. Tetapi disebabkan oleh kurangnya motivasi untuk belajar. Oleh karena itu untuk memperoleh hasil belajar yang optimal, guru dituntut kreatif untuk dapat membangkitkan motivasi belajar siswa. Beberapa hal yang patut diperhatikan agar dapat membangkitkan motivasi belajar adalah sebagai berikut : (1) Memperjelas tujuan yang ingin dicapai, (2) membangkitkan minat siswa, (3) Menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, (4) Memberi pujian yang wajar terhadap keberhasilan siswa, (5) Memberikan penilaian yang positif, (6) Memberi komentar tentang hasil pekerjaan siswa, dan (7) menciptakan persaingan dan kerjasama.

g. Guru sebagai evaluator; Sebagai evaluator, guru berperan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang keberhasilan pembelajaran yang telah dilakukan. Evaluasi tidak hanya dilakukan terhadap hasil akhir pembelajaran (berupa nilai atau angka-angka) tetapi juga dilakukan terhadap proses, kinerja, dan skill siswa dalam proses pembelajaran. Kegiatan yang bertujuan untuk menilai keberhasilan siswa memegang peranan penting. Sebab melalui evaluasi guru dapat menentukan apakah siswa yang diajarkannya sudah memiliki kompetensi yang telah ditetapkan, sehingga mereka layak diberikan program pembelajaran baru; atau malah sebaliknya siswa belum bisa mencapai standar minimal, sehingga mereka perlu diberikan remedial. Sering guru beranggapan bahwa evaluasi sama dengan melakukan "tes", artinya guru telah melakukan evaluasi manakala ia telah melakukan tes. Hal ini tentu kurang tepat, sebab evaluasi adalah suatu proses untuk menentukan nilai atau makna tertentu pada sesuatu yang dievaluasi. Dengan demikian tes hanya salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menentukan makna tersebut. Kelemahan yang sering terjadi dengan pelaksanaan eveluasi selama ini adalah guru dalam menentukan keberhasilan siswa terbatas hanya pada hasil tes yang dilakukan secara tertulis. Akibatnya sasaran pembelajaran hanya terbatas pada kemampuan siswa untuk mengisi soal-soal yang biasa keluar dalam tes. Oleh karena itu evaluasi semestinya juga dilakukan terhadap proses pembelajaran. Hal ini sangat penting sebab evaluasi terhadap proses pembelajaran pada dasarnya evaluasi terhadap keterampilan intelektual secara nyata.

Untuk menghasilkan guru-guru yang profesional merupakan suatu tugas berat yang harus diemban oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) sebagai lembaga yang perperan dalam mempersiapkan tenaga guru, dalam hal ini dilakukan oleh tenaga-tenaga ahli (dosen) yang profesional juga. Dalam mempersiapkan calon guru yang profesional ke depan disarankan bahwa kegiatan perkuliahan yang membekali para calon guru, harus menunjukkan beberapa kriteria pembelajaran yang relevan bagi profesi guru, yaitu (1) Calon guru perlu dipersiapkan untuk mengajar dengan strategi yang tepat, mampu merencanakan dan melaksanakan pembelajaran, dan mampu mengevaluasi hasil pembelajaran, (2) Perkuliahan lebih efektif bila ditanamkan pengalaman belajar seperti menggali dan mengolah informasi, bukan memberi informasi, (3) Para dosen perlu mengembangkan ketrampilan bertanya yang dirancang untuk membantu para calon guru untuk berpikir kritis mengenai materi yang dipelajari, dan membangkitkan kemampuan calon guru untuk dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan, (5) strategi perkuliahan bagi calon guru perlu diarahkan untuk membangun kesadaran terhadap kesulitan-kesulitan konsepsi, melatih keterampilan, dan menumbuhkan sikap ingin tahu. Kita harus menyadari bahwa apapaun yang diperoleh dan dialami oleh calon guru selama dipersiapkan di Lembaga pendidikan guru (pre-service) cenderung akan berbekas dan akan ditiru dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang guru kelak.

Jumat, 23 Juli 2010

ALAT PERAGA BLOK ALJABAR

Matematika merupakan ilmu yang membantu siswa mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur, menurunkan dan menggunakan rumus matematika yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi pada kenyataannya, matematika merupakan ilmu yang sulit dipahami karena banyak rumus-rumus atau simbol-simbol yang abstrak.
Salah satu bidang ilmu yang merupakan bagian dari matematika adalah aljabar. Sesuatu yang sangat indah dan mendasar dalam aljabar adalah struktur dan simbolnya. Tetapi banyak murid tidak sepenuhnya memahami konsep abstrak dan logaritma dalam aljabar karena mereka tidak bisa melihatnya secara real dan secara fisik. Aspek-aspek aljabar dapat didemonstrasikan dengan alat peraga yang memberikan model konkrit, model visual dan model geometri untuk ide-ide aljabar yang abstrak. Sesuatu yang dapat diotak-atik, dipindahkan dan disusun untuk mendapatkan sesuatu yang baru, merupakan sebuah pendekatan yang baru (Sobel, Max A. Dkk, 2003).

Persamaan kuadrat merupakan salah satu bagian dari aljabar yang dipelajari di SMA kelas X semester 1. Banyak siswa yang masih kesulitan dalam memahami persamaan kuadrat, hal ini karena persamaan kuadrat selama ini diajarkan hanya dengan ceramah, sehingga siswa kesulitan dalam menangkap simbol-simbol dan menyimpan ke dalam memorinya, padahal seperti yang telah ditulis di atas pembelajaran aljabar dalam hal ini khususnya persamaan kuadrat dapat dibantu dengan sebuah alat peraga, sehingga siswa dapat melihat secara nyata, dapat memegang dan mengotak-atiknya untuk membantu siswa lebih memahami persamaan kuadrat.
LAPORAN HASIL SEMINAR DAN LOKAKARYA PEMBELAJARAN MATEMATIKA
15 – 16 Maret 2007 DI P4TK (PPPG) MATEMATIKA

TEMA:
Inovasi pembelajaran matematika dalam rangka
menyongsong sertifikasi guru dan persaingan global
Oleh: Fadjar Shadiq, M.App.Sc

Dasar Pemikiran
Masa depan suatu bangsa akan sangat ditentukan oleh kemampuan bangsa tersebut
memenangkan persaingan global yang akan berlangsung sangat ketat. Mutu
pendidikan nasional yang prima diyakini mampu membangun insan Indonesia yang
beriman, cerdas, dan kompetitif serta mampu memenangkan persaingan global.
Untuk mewujudkan hal tersebut, Depdiknas telah mengagendakan tiga kebijakan
pokok, yaitu: (1) Perluasan dan pemerataan akses. (2) Peningkatan mutu, relevansi
dan daya saing. (3) Governance akuntabilitas dan pencitraan publik. Tentunya,
kebijakan lainnya dari Depdiknas dan Ditjen PMPTK patut menjadi acuan para peserta
seminar.
TIMSS (The Trends in International Mathematics and Science Study) adalah suatu
rangkaian penilaian internasional yang dilaksanakan di hampir 30 negara (termasuk
Indonesia) untuk mengukur perkembangan (trends) pembelajaran matematika dan
sains. Tujuannya adalah untuk menyediakan data tentang prestasi siswa. Pertanyaan
yang dapat diajukan di antaranya adalah: Seberapa jauh perbedaaan prestasi siswa
Indonesia jika dibandingkan dengan siswa negara lain? Mampukan mereka bersaing di
masa depan? Mengapa prestasi siswa Indonesia lebih baik atau malah lebih jelek?
Dapatkah hasil TIMSS menjawab pertanyaan tersebut maupun pertanyaan lainnya?
Pemerintah sejauh ini telah berusaha untuk meningkatkan dan mempertahankan
kualitas para guru melalui kegiatan kualifikasi dan sertifikasi. Isu sertifikasi guru
menjadi isu hangat para guru di Indonesia. Untuk mengantisipasi pemberlakuan
sertifikasi guru ini, para tokoh guru di sekolah dan para widyaiswara P4TK (PPPG) dan
LPMP, serta para pendidik di lembaga pendidikan lainnya sudah seharusnya
mengetahui secara lebih terinci tentang sertifikasi ini.
Di Indonesia, para matematikawan (murni dan pendidikan) telah bergabung dalam
satu wadah yaitu Himpunan Matematikawan Indonesia (HMI atau IndoMS).
Menghadapi tantangan global di masa yang akan datang, pemikiran para
matematikawan di Indonesia, terutama pakar di bidang pendidikan sangatlah penting.
Untuk itu sudah saatnya para guru, widyaiswara, serta para pendidik di lembaga
pendidikan lainnya dapat bekerja sama dengan para matematikawan. Semiloka di
P4TK (PPPG) Matematika dimaksudkan juga untuk menjadi awal kerja sama ini
LaporanHasilSemlok2007
1
dengan memberi kesempatan kepada sayap pendidikan matematika dari himpunan
tersebut untuk membahas inovasi pembelajaran matematika.
Tidak diragukan lagi bahwa Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari
perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin
dan mengembangkan daya pikir manusia. Karenanya, menghadapi tantangan global
ini, pertanyaan yang harus dijawab adalah ke arah mana inovasi pembelajaran
matematika dalam rangka menyongsong sertifikasi guru dan persaingan global?
A. Pemakalah
1. Ditjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPTK) diwakili
Sekretaris Ditjen PMPTK, Ir Giri Suryatmana: ‘Kondisi Anak Indonesia Saat Ini.’
2. Kasubdit Program, Direktorat Pembinaan Diklat, Hendarman, PhD: ‘Lembaga
Penjaminan Mutu Pendidikan dan Lembaga Diklat Guru, Pembelajaran Matematika,
Sertifikasi, dan Keterkaitan Widyaiswara/Guru Sejenis.’
3. Tim Video Study PMPTK dan World Bank diwakili Dra Puji Iryanti, M.Sc.Ed: ‘Video
Study Pengajaran Matematika SMP di Indonesia Tahun 2007.’
4. Konsorsium Sertifikasi Guru Ditjen Dikti diwakili Dr Badrun: ‘Sertifikasi Guru:
Apa, Mengapa & Bagaimana?’
5. Himpunan Matematikawan Indonesia (HMI/IndoMS) sayap pendidikan matematika
diwakili Drs Abdur Rahman As'ari, M.Pd., MA.: ‘Pembelajaran Matematika Inovatif:
Masih Adakah Ruang Untuk Inovasi dan Seperti Apakah Bentuk Inovasinya?’
B. Peserta
1. Widyaiswara P4TK (PPPG) Matematika Yogyakarta dan P4TK (PPPG) Teknologi
Malang
2. Widyaiswara 30 LPMP seluruh Indonesia
3. Dosen Pendidikan Matematika dari beberapa Universitas.
4. Guru Matematika SD, SMP, SMA, dan SMK mewakili KKG dan MGMP Matematika
5. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakaarta
6. Wakil dari Asosiasi Guru Matematika Indonesia (AGMI)
7. Wakil dari Badan Diklat Keagamaan Departemen Agama
C. Poin-poin Penting Hasil Seminar
1. Rendahnya kemampuan siswa Indonesia (lihat makalah Giri serta Hendarman). Hal
ini ditandai dengan:
• Data TIMSS 2003 menunjukkan bahwa prestasi siswa Indonesia (Rata-rata: 411)
agak jauh di bawah Malaysia (Rata-rata: 508) dan Singapura (Rata-rata: 605).
Skala Matematika TIMSS – Benchmark Internasional menunjukkan bahwa siswa
Indonesia berada pada skala rendah (peringkat bawah), Malaysia pada skala
LaporanHasilSemlok2007
2
antara menengah dan tinggi (di peringkat tengah), dan Singapura berada pada
skala lanjut (peringkat atas).
• Namun siswa Indonesia (169 jam di Kelas 8) lebih banyak menggunakan waktu
dibandingkan siswa Malaysia (120 jam di Kelas 8) dan Singapura (112 jam di
Kelas 8).
2. Proses pembelajaran di kelas kurang meningkatkan kemampuan berpikir tingkat
tinggi (high order thinking skills) dan kurang berkait langsung dengan kehidupan
nyata sehari-hari (kurang penerapan, kurang membumi, kurang realistik, ataupun
kurang kontekstual). Hal ini ditandai dengan:
• Data TIMSS 2003 (lihat makalah Leung dari Puji) yang menunjukkan bahwa
penekanan pembelajaran di Indonesia lebih banyak pada penguasaan
keterampilan dasar (basic skills), namun sedikit atau sama sekali tidak ada
penekanan untuk penerapan matematika dalam konteks kehidupan sehari-hari,
berkomunikasi secara matematis, dan bernalar secara matematis
• Pendapat Ashari, wakil Himpunan Matematikawan Indonesia (HMI atau IndoMS)
yang menyatakan karakteristik pembelajaran matematika saat ini adalah lebih
mengacu pada tujuan jangka pendek (lulus ujian sekolah, kabupaten/kota, atau
nasional), materi kurang membumi, lebih fokus pada kemampuan prosedural,
komunikasi satu arah, pengaturan ruang kelas monoton, low order thinking
skills, bergantung kepada buku paket, lebih dominan soal rutin, dan pertanyaan
tingkat rendah
• Hasil Video Study yang saat ini sedang berlangsung menunjukkan juga bahwa:
ceramah merupakan metode yang paling banyak digunakan selama mengajar,
waktu yang digunakan siswa untuk problem solving 32% dari seluruh waktu di
kelas, guru lebih banyak berbicara dibandingkan dengan siswa, hampir semua
guru memberikan soal rutin dan kurang menantang, kebanyakan guru sangat
bergantung dan sangat mempercayai buku teks yang mereka pakai, dan
sebagian besar guru belum menguasai keterampilan bertanya.
• Guru matematika peserta seminar menyatakan bahwa ada siswanya yang
menyatakan soal PISA atau TIMSS sulit karena belum diajarkan.
3. Menurut Giri, Sekretaris Ditjen PMPTK, setiap insan dibekali komposisi bentuk
kecerdasan yang unik. Karenanya pendidikan harus menjadi wahana pembentuk
dan pemoles intan potensi diri sehingga seseorang dapat menemukan arah dan
jalan hidupnya. Untuk itu, pendidikan yang ditawarkan adalah pendidikan berbasis
komunitas yaitu pendidikan yang dirancang sebagai sebuah taman yang akan
mengembangkan keunikan potensi setiap individu untuk pngembangan nilai
kemanusiaan, menghormati siswa sebagai individu, belajar melalui pengalaman,
LaporanHasilSemlok2007
3
guru sebagai pendidik, advisor, teman dan fasilitator, mengembangkan demokrasi,
partisipatoris, mengembangkan budaya kebhinekaan didalam masyarakat global,
dan pengembangan spiritualitas. Pendekatan proses belajar menggunakan prinsip
8 K untuk menjadi guru yang melegenda: kasih sayang; kepedulian; kesabaran;
kreativitas; kerendahan hati; kebijaksanaan; komitmen; dan kejujuran.
4. As'ari mengutip pendapat NCREL (2003) bahwa pada dasarnya abad ke-21 ini
diwarnai oleh beberapa karakteristik berikut: (1) merupakan dunia digital, (2)
menuntut pemikiran inventif, (3) menuntut komunikasi efektif, dan (4) menuntut
produktifitas tinggi. Karenanya, perlu ada perubahan proses pembelajaran di kelas
yang mengacu pada peningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi (high order
thinking skills).
5. Masih menurut As'ari, pembelajaran matematika masa kini harus mengantarkan
siswa menjadi: (1) pemikir yang analitis, (2) pemecah masalah, (3) inovatif dan
kreatif, (4) komunikator yang efektif, (5) kolaborator yang efektif, (6) melek
informasi dan media, (7) memiliki kesadaran global, dan (8) melek finansial dan
ekonomi. Karenanya, pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang
membiasakan pembelajaran berbasis masalah, mengajak siswa untuk selalu
menjelaskan dan mempertahankan proses dan hasil kerjanya dari kritik yang
dilancarkan temannya, membiasakan siswa menyelesaikan masalah dengan
berbagai macam strategi (open ended approach) dan ajak mereka mengevaluasi
strategi-strategi tersebut ditinjau dari efektivitasnya, efisiensinya dll, serta
melakukan praktik reflektif (dengan membuat jurnal belajar).
6. Model atau pendekatan pembelajaran yang ditawarkan As'ari: adalah Contextual
Teaching and Learning (CTL), Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI),
Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan (PAKEM), Pembelajaran
Kooperatif, ataupun Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM).
7. Peserta, terutama guru kelas, menginginkan contoh nyata dari model
pembelajaran yang ada. Melihat data di atas, bantuan nyata untuk para guru
matematika menjadi suatu keharusan. Hendarman menyarankan perlunya
kerjasama yang baik antara Ditjen PMPTK, P4TK (PPPG) Matematika, LPMP,
KKG/MGMP, dan guru matematika. Menjadikan KKG/MGMP Matematika sebagai
ujung tombak pembenahan mutu pembinaan guru di daerah.
8. As'ari menyarankan tentang perlunya diskusi (dalam arti yang sesungguhnya di
KKG/MGMP) tentang cara-cara membelajarkan matematika seperti yang
disarankan, terutama mendiskusikan (bukan hanya menulis) langkah-langkah
pembelajaran; LKS, media, penilaian, dan pertanyaan kunci yang akan digunakan
di kelas. RPP Matematika harus mempunyai ’jiwa’ untuk siswa dan tidak hanya
sekedar untuk ’kenaikan pangkat’.
LaporanHasilSemlok2007
4
9. Hasil Video Study dari Ditjen PMPTK dan World Bank menunjukkan bahwa:
Sesungguhnya, para guru mempunyai cukup akses untuk referensi mengajar,
misal buku, jurnal dan majalah. Beberapa guru mengajar sangat baik, kreatif
dalam menggunakan media, dan menjadikan siswa sebagai subjek belajar. Di
samping itu, guru mengikuti ide-ide terbaru mengenai belajar dan mengajar
matematika melalui membaca.
10. Wakil Konsorsium Sertifikasi Guru Ditjen Dikti menyatakan perlunya sertifikasi guru
difahami secara utuh & benar, disikapi dengan positif, dan perlu diantisipasi
pemberlakuannya dengan tepat. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat
pendidik kepada guru dan dosen dan diberikan kepada guru yg telah memenuhi
persyaratan. Kompetensi guru terdiri atas kompetensi pedagogis, profesional,
kepribadian dan sosial. Penilaian penguasaan kompetensi yang berkait dengan
penguasaan konsep/teori diuji dengan tes tulis, penguasaan keterampilan diuji
dengan tes kinerja, prestasi dalam bekerja diuji dengan self appraisal & portofolio,
dan dedikasi dlm bekerja diuji dengan penilaian sejawat
D. Rekomendasi Hasil Seminar
1. Dua permasalahan pokok pembelajaran matematika di kelas yang berkait dengan
rendahnya kemampuan siswa Indonesia serta proses pembelajaran di kelas yang
kurang meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi (high order thinking
skills) dan kurang berkait langsung dengan kehidupan nyata sehari-hari harus
ditangani secara serius agar bangsa ini tidak kalah dalam persaingan global,
dengan usulan beberapa langkah konkret berikut.
2. Selama kegiatan KKG/MGMP, pendekatan pembelajaran di kelas yang diacu adalah
Contextual Teaching and Learning (CTL), Pendidikan Matematika Realistik
Indonesia (PMRI), Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan (PAKEM),
Pembelajaran Kooperatif, ataupun Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM).
3. Perlunya menerapkan saran As'ari selama kegiatan KKG/MGMP tentang perlunya
mendiskusikan (dalam arti yang sesungguhnya di KKG/MGMP) langkah-langkah
nyata dan operasional pembelajaran di kelas beserta pendukungnya seperti LKS,
media, penilaian, dan pertanyaan kunci yang akan digunakan di kelas. RPP
Matematika harus mempunyai ’jiwa’ untuk siswa dan tidak hanya sekedar untuk
’kenaikan pangkat’.
4. Perlunya meningkatkan kerjasama antar dan antara Widyaiswara Matematika di
P4TK (PPPG) Matematika dan LPMP, Guru Inti/Guru Pendamping di KKG/MGMP
Matematika, dan Guru Matematika; seperti ditunjukkan bagan berikut.
LaporanHasilSemlok2007
5
Bagan Upaya Peningkatan Mutu Pembelajaran Matematika
Dengan Memberdayakan KKG/MGMP Matematika
5. Ada beberapa kegiatan monev yang harus dilakukan untuk memastikan
keberhasilan program ini, yaitu kegiatan monev di:
• Kelas yang berkait dengan keefektifan kegiatan belajar siswa.
• KKG/MGMP (Workshop Penyiapan Kegiatan dan Pembelajaran di Kelas) untuk
menilai RPP yang berkait dengan langkah-langkah dan pendukung proses
pembelajaran yang disiapkan guru.
• LPMP (Workshop Pembekalan Guru Inti/Pemandu di LPMP) untuk menilai
kegiatan (proses pembekalan) dan materi pendukungnya.
• P4TK (PPPG) Matematika (TOT/Workshop Pembekalan WI LPMP) untuk menilai
sejauh mana kegiatan ini membantu WI LPMP, Guru Pemandu/Guru Inti, dan
Guru Matematika memecahkan masalah yang ada di kelas dan di KKG/MGMP.
6. Perlunya pertemuan periodik antara WI P4TK (PPPG) Matematika, WI LPMP
berlatar belakang mapel Matematika, Guru Pemandu KKG, dan Guru Inti MGMP di
P4TK (PPPG) Matematika.
7. Untuk program diseminasi di daerah, dana blockgrant perlu dilanjutkan karena
sangat bermanfaat untuk kegiatan KKG/MGMP. Di samping itu, dana blockgrant
diutamakan untuk para alumni diklat P4TK (PPPG) Matematika. Di samping itu,
KKG/MGMP masih memerlukan bantuan sarana dan prasarana pembelajaran.
8. Perlunya menambah sekolah binaan yang melibatkan Guru Pemandu KKG, Guru
Inti MGMP, dan Dinas Pendidikan.
9. Perlunya seleksi dan pelatihan guru pemandu/guru inti matematika di LPMP dan
P4TK (PPPG) Matematika.
TOT/
Workshop
Pembekalan
WI LPMP
Di P4TK (PPPG)
Matematika
P4TK (PPPG)
Matematika
Ditjen
PMPTK
Kebijakan
Strategis
Workshop
Pembekalan
Guru Inti/
Pemandu di
LPMP
LPMP
Workshop Penyiapan Kegiatan
Pembelajaran di Kelas
KKG/MGMP
Refleksi berkala
Praktek dan Pendampingan
Kelas
Monev
Monev
Monev
LaporanHasilSemlok2007
6
10. Untuk membantu meningkatkan tugasnya, di samping KKG dan MGMP Matematika
yang sudah ada, para WI P4TK (PPPG) Matematika dan WI LPMP yang berlatar
belakang mata pelajaran Matematika perlu diwadahi dalam MWMP (Musyawarah
Widyaiswara Mata Pelajaran) Matematika, dengan kegiatan diantaranya:
• Menerbitkan majalah dan jurnal.
• Mengadakan seminar, lokakarya, atau diskusi.
• Mengadakan pertemuan tahunan.
• Mengadakan penelitian.
Di samping membantu IWI, KKG, dan MGMP Matematika, Ditjen PMPTK perlu
membantu MWMP Matematika dan Asosiasi Guru Matematika Indonesia (AGMI)
agar dapat menjadi organisasi yang diperhitungkan dan berwibawa seperti IDI
ataupun NCTM (National Council of Teachers of Mathematics)
11. P4TK (PPPG) Matematika dan LPMP harus terus ditingkatkan agar menjadi tempat
unggulan untuk:
• Ide-ide baru dan segar di bidang pembelajaran matematika (melalui buku ajar
siswa, VCD, alat peraga, penilaian, strategi dan model pembelajaran, ataupun
pengkajian dan penelitian)
• Tempat sumber ilmu (seperti perpustakaan, laboratorium matematika,
laboratorium komputer, pusat penilaian dan evaluasi, ataupun AVA (Audio Visual
Aids)
• Studi banding bagi guru matematika dan siswa.
• Rekruitmen peserta pelatihan di P4TK (PPPG) Matematika dari para calon
peserta aktif atau pengurus KKG/MGMP.
Untuk itu, disarankan agar WI P4TK (PPPG) dan LPMP secara berkala dapat
mengikuti kegiatan studi banding atau studi lanjutan ke universitas atau lembaga
lain di Luar Negeri.
12. Program ’mobile learning’ agar dikembangkan. P4TK (PPPG) Matematika yang
telah merintis program ini diharapkan jadi motor penggeraknya.
13. Sertifikasi guru diyakini dapat dijadikan alat untuk meningkatkan mutu guru dan
sekaligus meningkatkan mutu pendidikan matematika. Diyakini juga bahwa bahwa
sertifikasi guru akan dapat meningkatkan mutu gur hanya jika dilaksanakan secara
objektif dan adil. Karenanya diusulkan agar PP yang mengatur sertifikasi guru
dapat segera keluar dan segera dilaksanakan secara objektif dan adil.
Yogyakarta, 17 Maret 2007
LEMBAR KERJA SISWA (LKS) MATEMATIKA INTERAKTIF
MODEL E-LEARNING (ELECTRONIC LEARNING) BERBASIS WEB

Oleh : Khairuddin, S.Pd

A.Latar Belakang
Salah satu tujuan pembelajaran matematika dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) adalah mengembangkan aktifitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinal, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan serta mencoba-coba.
Peserta didik harus mempelajari matematika melalui pemahaman dan aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. National Council of Teachers of Matematics atau NCTM (2000) menggariskan bahwa dalam mempelajari matematika peserta didik tidak hanya bergantung pada "apa" yang diajarkan, tetapi juga bergantung pada "bagaimana" matematika itu diajarkan, atau bagaimana peserta didik belajar.
Pada dasarnya pembelajaran merupakan proses komunikasi antara guru dan peserta didik. Proses komunikasi yang terjadi tidak selamanya berjalan dengan lancar, bahkan proses komunikasi dapat menimbulkan salah pengertian, ataupun salah konsep. Untuk itu guru harus mampu memberikan suatu alternatif pembelajaran bagi peserta didiknya agar dapat memahami konsep-konsep yang telah diajarkan.
Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan salah satu alternatif pembelajaran yang tepat bagi peserta didik karena LKS membantu peserta didik untuk menambah informasi tentang konsep yang dipelajari melalui kegiatan belajar secara sistematis (suyitno, 1997:40). Tetapi pada kenyataannya LKS yang telah dimiliki oleh peserta didik selama ini belum mampu membantu dalam menemukan konsep, karena hanya berisi materi dan soal-soal. Selain itu ditinjau dari segi penyajiannya pun kurang menarik.
Model pembelajaran matematika yang efektif dan menarik adalah model pembelajaran yang memiliki nilai relevansi dengan pencapaian daya matematika, memberi peluang untuk bangkitnya kreativitas, mampu mengembangkan suasana belajar mandiri, menarik perhatian peserta didik dan sejauh mungkin memanfaatkan momentum kemajuan teknologi khususnya fungsi teknologi informasi.
Thompson, dkk. (2000) menyatakan, "E-learning is instructional content or learning experiences delivered or enabled by electronic technology." Pemanfaatan teknologi elektronik dalam pembelajaran memberi penguatan terhadap pola perubahan paradigma pembelajaran. Sistem e-learning merupakan bentuk implementasi pembelajaran yang memanfaatkan teknologi dan tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.
Penggunaan teknologi informasi dan multimedia menjadi sebuah cara yang efektif dan efisien dalam menyampaikan informasi. Komputer merupakan salah satu teknologi informasi yang memiliki potensi besar untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, khususnya dalam pembelajaran matematika. Banyak hal abstrak atau imajinatif yang sulit dipikirkan peserta didik, dapat dipresentasikan melalui simulasi komputer. Latihan dan percobaan-percobaan eksploratif matematika dapat dilakukan peserta didik dengan menggunakan program-program sederhana untuk penanaman dan penguatan konsep, membuat pemodelan matematika, dan menyusun strategi dalam memecahkan masalah.
Internet merupakan salah satu program yang memanfaatkan media komputer. Penggunaan Internet untuk keperluan pendidikan yang semakin meluas terutama di negara-negara maju, merupakan fakta yang menunjukkan bahwa dengan media ini memang dimungkinkan terselenggaranya proses belajar mengajar yang lebih efektif. Hal itu terjadi karena internet mempunyai ciri khas dibanding dengan media yang lain.
Berangkat dari hal itulah penulis menyampaikan gagasan untuk menggunakan lembar kerja siswa (LKS) matematika interaktif yang diintegrasikan dengan website sebagai inovasi dalam dunia pendidikan. Gagasan ini diwujudkan dalam bentuk karya tulis dengan judul ”Lembar Kerja Siswa (LKS) Matematika Interaktif Model E-Learning (Electronic Learning) Berbasis Web”.

B.RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah yang diangkat dalam karya tulis ini adalah sebagai berikut ini.
a.Bagaimana model lembar kerja siswa (LKS) matematika interaktif model e-learning berbasis web?.
b.Bagaimana pengembangan program lembar kerja siswa (LKS) matematika interaktif model e-learning berbasis Web pada Mata Pelajaran Matematika?.

C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan krya tulis ini sebagai berikut.
a.Memaparkan model lembar kerja siswa (LKS) interaktif melalui e-learning berbasis
Web sebagai pembelajaran.
b.Mengetahui bagaimanakah pengembangan program pembelajaran dalam penerapan lembar
kerja siswa (LKS) melalui e-learning berbasis Web pada Mata Pelajaran Matematika.

D.MANFAAT PENULISAN
Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan karya tulis sebagai berikut.
a.Memberikan informasi model LKS interaktif berbasis Web yang dapat
dimanfaatkan oleh para peserta didik dan guru serta masyarakat dalam pembelajaran
Matematika.
b.Memberikan informasi mengenai konsep LKS interaktif berbasis Web dalam
pembelajaran matematika.
c.LKS interaktif berbasis Web ini diharapkan mampu memberikan inspirasi kepada para
guru untuk lebih bervariatif dalam menyampaikan mata pelajaran.
d.LKS interaktif ini dapat direalisasikan menjadi salah satu model pembelajaran di
Indonesia.

E. TINJAUAN PUSTAKA

A.Pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS) dalam Pembelajaran Matematika

Lembar Kerja Siswa (LKS) Merupakan salah satu jenis alat bantu pembelajaran, bahkan ada yang menggolongkan dalam jenis alat peraga pembelajaran matematika. Secara umum LKS merupakan perangkat pembelajaran sebagai pelengkap atau sarana pendukung pelaksanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Lembar kerja siswa berupa lembaran kertas yang berupa informasi maupun soal-soal (pertanyaan-pertanyaan) yang harus dijawab oleh peserta didik. LKS ini sangat baik digunakan untuk menggalakkan keterlibatan peserta didik dalam belajar baik dipergunakan dalam penerapan metode terbimbing maupun untuk memberikan latihan pengembangan. Dalam proses pembelajaran matematika, LKS bertujuan untuk menemukan konsep atau prinsip dan aplikasi konsep atau prinsip.
LKS merupakan stimulus atau bimbingan guru dalam pembelajaran yang akan disajikan secara tertulis sehingga dalam penulisannya perlu memperhatikan kriteria media grafis sebagai media visual untuk menarik perhatian peserta didik. Paling tidak LKS sebagai media kartu. Sedangkan isi pesan LKS harus memperhatikan unsur-unsur penulisan media grafis, hirarki materi (matematika) dan pemilihan pertanyaan-pertanyaan sebagai stimulus yang efisien dan efektif. (Hidayah, 2007:8)
Tujuan penggunaan LKS dalam proses belajar mengajar adalah sebagai berikut.
1.Memberi pengetahuan, sikap dan keterampilan yang perlu dimiliki oleh peserta didik.
2.Mengecek tingkat pemahaman peserta didik terhadap materi yang telah disajikan.
3.Mengembangkan dan menerapkan materi pelajaran yang sulit disampaikan secara lisan.
Sedangkan manfaat yang diperoleh dengan penggunaan LKS dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut.
1.Mengaktifkan peserta didik dalam proses pembelajaran.
2.Membantu peserta didik dalam mengembangkan konsep.
3.Melatih peserta didik dalam menemukan dan mengembangkan keterampilan proses.
4. Sebagai pedoman guru dan peserta didik dalam melaksanakan proses pembelajaran.
5.Membantu peserta didik memperoleh catatan tentang materi yang dipelajari melalui kegiatan belajar.
6. Membantu peserta didik untuk menambah informasi tentang konsep yang dipelajari melalui kegiatan belajar secara sistematis. (Suyitno, 1997:40).
Langkah-langkah menyusun LKS adalah sebagai berikut.
1.Analisis kurikulum untuk menentukan materi yang memerlukan bahan ajar LKS.
2.Menyusun peta kebutuhan LKS.
3.Menentukan judul-judul LKS.
4.Penulisan LKS.
a.Rumusan kompetensi dasar LKS diturunkan dari buku pedoman khusus pengembangan silabus.
b.Menentukan alat penilaian.
c.Menyusun materi.
(Abadi, Hartono, Junaedi, 2005 dalam Rahmawati, 2006:25).
Ada dua macam lembar kerja siswa (LKS) yang dikembangkan dalam pembelajaran di sekolah.
1.Lembar Kerja Siswa Tak Berstruktur.
Lembar kerja siswa tak berstruktur adalah lembaran yang berisi sarana untuk materi pelajaran, sebagai alat bantu kegiatan peserta didik yang dipakai untuk menyampaiakn pelajaran. LKS merupakan alat bantu mengajar yang dapat dipakai untuk mempercepat pembelajaran, memberi dorongan belajar pada tiap individu, berisi sedikit petunjuk, tertulis atau lisan untuk mengarahkan kerja pada peserta didik.
2.Lembar Kerja Siswa Berstruktur.
Lembar kerja siswa berstruktur memuat informasi, contoh dan tugas-tugas. LKS ini dirancang untuk membimbing peserta didik dalam satu program kerja atau mata pelajaran, dengan sedikit atau sama sekali tanpa bantuan pembimbing untuk mencapai sasaran pembelajaran. Pada LKS telah disusun petunjuk dan pengarahannya, LKS ini tidak dapat menggantikan peran guru dalam kelas. Guru tetap mengawasi kelas, memberi semangat dan dorongan belajar dan memberi bimbingan pada setiap siswa. (Indrianto, 1998:14-17).
Rumaharto (dalam Hartati, 2002:22) menyebutkan bahwa LKS yang baik harus memenuhi persyaratan konstruksi dan didaktik. Persyaratan konstruksi tersebut meliputi syarat-syarat yang berkenaan dengan penggunaan bahasa, susunan kalimat, kosakata, tingkat kesukaran dan kejelasan yang pada hakekatnya haruslah tepat guna dalam arti dapat dimengerti oleh pihak pengguna LKS yaitu peserta didik sedangkan syarat didaktif artinya bahwa LKS tersebut haruslah memenuhi asas-asas yang efektif
Lembar kerja dapat digunakan sebagai pengajaran sendiri, mendidik siswa untuk mandiri, percaya diri, disiplin, bertanggung jawab dan dapat mengambil keputusan. LKS dalam kegiatan belajar mengajar dapat dimanfaatkan pada tahap penanaman konsep (menyampaikan konsep baru) atau pada tahap penanaman konsep (tahap lanjutan dari penanaman konsep). Pemanfaatan lembar kerja pada tahap pemahaman konsep berarti LKS dimanfaatkan untuk mempelajari suatu topik dengan maksud memperdalam pengetahuan tentang topik yang telah dipelajari pada tahap sebelumnya yaitu penanaman konsep (TIM PPPG Matematika dalam Rahmawati, 2006:27).

B.Tinjauan Pembelajaran Berbantuan Komputer (PBK)

Terdapat beberapa bentuk interaksi pembelajaran berbantukan komputer, yaitu bentuk latihan dan praktek (drill and pratice), tutorial, permaianan (game), simulasi (simulation), penemuan interaktif, presentasi atau demonstrasi, komunikasi tes, sumber informasi, dan pemecahan masalah (problem solving). (Kusumah, 2006:398).
Dalam kegiatan latihan, komputer memberikan soal-soal mengenai suatu topik untuk dipecahkan oleh peserta didik dan komputer memberikan umpan balik berdasarkan respon peserta didik tersebut. Kegiatan tutorial dimaksudkan untuk mengajarkan informasi baru mengenai suatu topik pelajaran. Permainan dapat berfungsi sebagai penyaji bahan pelajaran baru atau juga sebagai penguat terhadap pelajaran yang telah diperoleh peserta didik melalui kegiatan lain. Dalam simulasi atau permodelan, komputer menyediakan simulasi atau model suatu konsep atau kejadian untuk diberi masukan oleh peserta didik dan komputer akan memberi respon terhadap masukan tersebut sebagaimana sistem yang sesungguhnya akan bertindak.
Pola tutorial interaktif diwujudkan dalam bentuk menampilkan suatu materi melalui komputer sebagai alat untuk mengetahui penguasaan dan pemahaman peserta didik dalam topik tertentu, memberi penguatan terhadap respon peserta didik yang tepat, mendiagnosa kekeliruan, menyediakan pilihan bagi peserta diidk dengan bakat yang berlainan. Peserta didik dilatih berpikir melalui pemberian stimulus pertanyaan yang membuat peserta didik berkonsentrasi pada materi yang disajikan.
Pola tutorial dalam bentuk bahan ajar interaktif disusun secara sistematis peserta didik memahami konsep melalui teks, hiperteks dan hipermedia. Melalui hiperteks, tulisan dan materi disajikan dalam bentuk animasi secara non-linear sehingga akan kelihatan lebih hidup dan bervariasi. Hipermedia menggunkan beragam jenis media yang terhubung dalam suatu sistem yang membolehkan penggunanya untuk menggunkan berbagai media lainnya secara non-linear. Hanya saja model tutorial harus memperhatikan tingkat kesulitan materi (difficulty level), materi prasyarat (prerequisite) dan keterbatasan materi (readability). (Kusumah, 2006:399).
Eisenberg dalam Sugilar (1996) mengajukan karakteristik PBK sebagai berikut.
1.Peserta didik dimungkinkan untuk belajar kapan saja.
2.Peserta didik tak dapat melanjutkan belajar tanpa permasalahan yang menyeluruh pad materi yang dipelajari.
3.Terdapat respon yang segera terhadap setiap pertanyaan yang diberikan peserta didik.
4.Jika peserta didik menjawab salah dan memalukan maka tak ada orang lain yang tahu.
5.Memungkinkan setiap peserta didik berperan serta dalam proses belajar, dan tak ada kemungkinan pelajaran di dominasi oleh segelintir orang.

Manfaat PBK dalam pembelajaran adalah sebagai berikut.
1.Meningkatkan interaksi peserta didik dalam pembelajaran melalui pengelolaan tanggapan peserta didik dan umpan balik berdasarkan tanggapan tersebut.
2.Individualisasi belajar yang memperhatikan kemampuan awal dan kecepatan belajar peserta didik
3.Efektivitas biaya karena dapat direproduksi dan disebarkan dengan biaya rendah.
4.Meningkatkan motivasi belajar karena peserta didik dapat mengendalikan pembelajaran dan mendapat umpan balik yang segera.
5.Kemudahan untuk mencatat kemajuan peserta didik dalam menguasai materi yang diberikan.
6.Terjaminnya keutuhan pelajaran karena hanya topik yang perlu saja yang dituangkan dalam program komputer, sedangkan topik yang tidak relevan secara sengaja tidak disajikan. (Hannafin dan Peck, 1988 dalam Sugilar, 1996).
Kendala penerapan PBK diantaranya adalah sebagai berikut ini. (Hannafin & Peck, 1988 dalam Sugilar, 1996)
1.Sangat bergantung pada kemampuan membaca dan keterampilan visual peserta didik.
2.Membutuhkan tambahan keterampilan pengembangan di luar keterampilan yang dibutuhkan untuk pengembangan pembelajaran yang lama.
3.Memerlukan waktu pengembangan yang lama.
4.Kemungkinan peserta didik untuk belajar secara tak sengaja (intidental learning) menjadi terbatas.
5.Hanya bertindak berdasarkan masukan yang telah terprogram sebelumnya, tidak dapat bertindak secara spontan.
Kendala-kendala tersebut dapat diminimalkan dengan :
1.Menggabungkan PBK dengan peralatan lain seperti videodisc dan audiodisc sehingga tidak terlalu bergantung pada tampilan layar komputer
2.Memilih paket PBK yang sudah dikembangkan pihak lain untuk menghindari lamanya waktu dan keterampilan mengembangkan PBK sendiri, dengan memperhatikan tujuan pembelajaran dan karakteristik pembelajaran peserta didik.
3.Menempatkan PBK sebagai tambahan dalam kegiatan belajar yang melibatkan tutor dan bahan yang tercetak. (Hannafin & Peck, 1988 dalam Sugilar, 1996).

C.E-learning (Electronic Learning)
1.Pengertian e-learning
Pembelajaran elektronik atau e-learning telah dimulai pada tahun 1970-an (Waller and Wilson, 2001 dalam Siahaan, 2002). Berbagai istilah digunakan untuk mengemukakan pendapat/gagasan tentang pembelajaran elektronik, antara lain adalah: on-line learning, internet-enabled learning, virtual learning, atau web-based learning.
Banyak pakar pendidikan memberikan definisi mengenai e-learning, seperti yang dipaparkan oleh Thompson, Ganxglass dan Simon dalam Yaniawati (2003) berikut ini, "E-learning is instructional content or learning experiences delivered or enabled by electronic technology". Kemudian Thompson juga menyebutkan kelebihan e-learning yang dapat memberikan fleksibilitas, interaktifitas, kecepatan, visualisasi melalui berbagai kelebihan dari masing-masing teknologi. Menurut Azwan bin Abidin & Rozita bt Nawi (2002a) dalam Yaniawati (2003), e-learning merupakan pembelajaran yang menggunakan sistem online sebagai medium perantara di antara guru dan pelajar. Belajar melalui online ini akan memudahkan kedua belah pihak, karena penyampaian materi ajar lebih cepat, mudah dan efisien dibanding dengan cara-cara yang lain. Guru dapat memberikan materi pelajaran lewat internet yang dapat diakses setiap saat dan di mana saja. Peserta didik juga tidak perlu harus selalu belajar di kelas untuk mendapatkan informasi mengenai materi yang ingin diperolehnya. Bahkan peserta didik dapat mengembangkan proses belajarnya dengan mencari referensi dan informasi dari sumber lain.
Dalam pelaksanaan pembelajaran, e-learning menggunakan sistem jaringan elektronik (LAN, WAN atau Internet) untuk penyampaian materi ajar, interaksi ataupun evaluasi pembelajaran. Internet, Intranet, satelit, tape audio/video, TV interaktif dan CD-ROM adalah media elektronik yang dimaksudkan dalam system jaringan ini. Dengan sistem jaringan ini pula, e-learning dapat menghubungkan peserta didik dengan sumber belajarnya (database, pakar/guru, perpustakaan) yang secara fisik terpisah atau bahkan berjauhan. Interaktifitas dalam hubungan tersebut, sebagaimana diutarakan di atas, dapat dilakukan secara langsung (synchronous) maupun tidak langsung (asynchronous).

2.Fungsi Pembelajaran Elektronik
Setidaknya ada 3 (tiga) fungsi pembelajaran elektronik didalam kegiatan pembelajaran di kelas (classroom instruction), yaitu sebagai suplemen yang sifatnya pilihan/opsional, pelengkap (komplemen), atau pengganti (substitusi). (Siahaan, 2002).
a.Suplemen (Tambahan)
Dikatakan berfungsi sebagai suplemen (tambahan), apabila peserta didik mempunyai kebebasan memilih, apakah akan memanfaatkan materi pembelajaran elektronik atau tidak. Dalam hal ini, tidak ada kewajiban atau keharusan bagi peserta didik untuk mengakses materi pembelajaran elektronik. Sekalipun sifatnya pilihan, peserta didik yang memanfaatkannya tentu akan memiliki tambahan pengetahuan atau wawasan.
b.Komplemen (Pelengkap)
Dikatakan berfungsi sebagai komplemen (pelengkap) apabila materi pembelajaran elektronik diprogramkan untuk melengkapi materi pembelajaran yang diterima peserta didik di kelas. Sebagai komplemen berarti materi pembelajaran elektronik diprogramkan untuk menjadi materi reinforcement (pengayaan) atau remedial bagi peserta didik dalam mengikuti kegiatan pembelajaran konvensional.
Materi pembelajaran elektronik dikatakan sebagai pengayaan, apabila peserta didik yang dapat menguasai/memahami materi pelajaran pada saat tatap muka dengan cepat diberikan kesempatan untuk mengakses materi pembelajaran elektronik yang memang secara khusus dikembangkan untuk mereka. Tujuannya agar semakin memantapkan tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran yang disajikan guru di dalam kelas.
Dikatakan sebagai program remedial, apabila kepada peserta didik yang mengalami kesulitan memahami materi pelajaran yang disajikan guru secara tatap muka di kelas (slow learners) diberikan kesempatan untuk memanfaatkan materi pembelajaran elektronik yang memang secara khusus dirancang untuk mereka. Tujuannya agar peserta didik semakin lebih mudah memahami materi pelajaran yang disajikan guru di kelas.
c.Substitusi (Pengganti)
Beberapa perguruan tinggi di negara-negara maju memberikan beberapa alternatif model kegiatan pembelajaran/pembelajaran kepada para Peserta didiknya. Tujuannya agar para Peserta didik dapat secara fleksibel mengelola kegiatan pembelajarannya sesuai dengan waktu dan aktivitas lain sehari-hari Peserta didik. Ada 3 alternatif model kegiatan pembelajaran yang dapat dipilih peserta didik, yaitu: (1) sepenuhnya secara tatap muka (konvensional), (2) sebagian secara tatap muka dan sebagian lagi melalui internet, atau bahkan (3) sepenuhnya melalui internet.
Alternatif model pembelajaran mana pun yang akan dipilih Peserta didik tidak menjadi masalah dalam penilaian. Karena ketiga model penyajian materi pembelajaran mendapatkan pengakuan atau penilaian yang sama. Jika Peserta didik dapat menyelesaikan program pembelajarannya dan lulus melalui cara konvensional atau sepenuhnya melalui internet, atau bahkan melalui perpaduan kedua model ini, maka institusi penyelenggara pendidikan akan memberikan pengakuan yang sama. Keadaan yang sangat fleksibel ini dinilai sangat membantu Peserta didik untuk mempercepat penyelesaian pembelajarannya.
3.Manfaat E-Learning
E-learning mempermudah interaksi antara peserta didik dengan bahan atau materi pelajaran. Demikian juga interaksi antara peserta didik dengan guru atau instruktur maupun antara sesama peserta didik. Peserta didik dapat saling berbagi informasi atau pendapat mengenai berbagai hal yang menyangkut pelajaran ataupun kebutuhan pengembangan diri peserta didik. Guru atau instruktur dapat menempatkan bahan-bahan belajar dan tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik di tempat tertentu di dalam web untuk diakses oleh para peserta didik. Sesuai dengan kebutuhan, guru atau instruktur dapat pula memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengakses bahan belajar tertentu maupun soal-soal ujian yang hanya dapat diakses oleh peserta didik sekali saja dan dalam rentangan waktu tertentu pula (Siahaan, 2002).
Secara lebih rinci, manfaat e-learning dapat dilihat dari 2 sudut, yaitu dari sudut peserta didik dan guru:
a.Dari Sudut Peserta Didik
Adanya kegiatan e-learning dimungkinkan berkembangnya fleksibilitas belajar yang tinggi. Artinya, peserta didik dapat mengakses bahan-bahan belajar setiap saat dan berulang-ulang. Peserta didik juga dapat berkomunikasi dengan guru setiap saat. Dengan kondisi yang demikian ini, peserta didik dapat lebih memantapkan penguasaannya terhadap materi pembelajaran.
b.Dari Sudut Guru
Adanya kegiatan e-learning dari sudut pandang guru atau instruktur dapat memberikan manfaat sebagai berikut.
1)lebih mudah melakukan pemutakhiran bahan-bahan belajar yang menjadi tanggung-jawabnya sesuai dengan tuntutan perkembangan keilmuan yang terjadi,
2) mengembangkan diri atau melakukan penelitian guna peningkatan wawasannya karena waktu luang yang dimiliki relatif lebih banyak,
3)mengontrol kegiatan belajar peserta didik. Bahkan guru/Guru/instruktur juga dapat mengetahui kapan peserta didiknya belajar, topik apa yang dipelajari, berapa lama sesuatu topik dipelajari, serta berapa kali topik tertentu dipelajari ulang,
4)mengecek apakah peserta didik telah mengerjakan soal-soal latihan setelah mepelajari topik tertentu, dan
5)memeriksa jawaban peserta didik dan memberitahukan hasilnya kepada peserta didik. (Soekartawi, 2003),
Sedangkan manfaat pembelajaran elektronik menurut A. W. Bates (Bates, 1995) dan K. Wulf (Wulf, 1996) dalam Siahaan (2002) terdiri atas 4 hal, yaitu:
1)Meningkatkan kadar interaksi pembelajaran antara peserta didik dengan guru atau instruktur (enhance interactivity)
Apabila dirancang secara cermat, pembelajaran elektronik dapat meningkatkan kadar interaksi pembelajaran, baik antara peserta didik dengan guru atau instruktur, antara sesama peserta didik, maupun antara peserta didik dengan bahan belajar (enhance interactivity). Berbeda halnya dengan pembelajaran yang bersifat konvensional. Tidak semua peserta didik dalam kegiatan pembelajaran konvensional dapat, berani atau mempunyai kesempatan untuk mengajukan pertanyaan ataupun menyampaikan pendapatnya di dalam proses pembelajaran.
Pada pembelajaran yang bersifat konvensional, kesempatan yang ada atau yang disediakan guru atau instruktur untuk berdiskusi atau bertanya jawab sangat terbatas. Biasanya kesempatan yang terbatas ini juga cenderung didominasi oleh beberapa peserta didik yang cepat tanggap dan berani. Keadaan yang demikian ini tidak akan terjadi pada pembelajaran elektronik. Peserta didik yang malu maupun yang ragu-ragu atau kurang berani mempunyai peluang yang luas untuk mengajukan pertanyaan maupun menyampaikan pernyataan/pendapat tanpa merasa diawasi atau mendapat tekanan dari teman sekelas.
2)Memungkinkan terjadinya interaksi pembelajaran dari mana dan kapan saja (time and place flexibility)
Mengingat sumber belajar yang sudah dikemas secara elektronik dan tersedia untuk diakses oleh peserta didik melalui internet, maka peserta didik dapat melakukan interaksi dengan sumber belajar ini kapan saja dan dari mana saja. Demikian juga dengan tugas-tugas kegiatan pembelajaran, dapat diserahkan kepada guru atau instruktur begitu selesai dikerjakan. Tidak perlu menunggu sampai ada janji untuk bertemu dengan guru atau instruktur.
Peserta didik tidak terikat ketat dengan waktu dan tempat penyelenggaraan kegiatan pembelajaran sebagaimana halnya pada pendidikan konvensional. Dalam kaitan ini, Universitas Terbuka Inggris telah memanfaatkan internet sebagai metode/media penyajian materi. Sedangkan di Universitas Terbuka Indonesia (UT), penggunaan internet untuk kegiatan pembelajaran telah dikembangkan. Pada tahap awal, penggunaan internet di UT masih terbatas untuk kegiatan tutorial saja atau yang disebut sebagai “tutorial elektronik”.
3) Menjangkau peserta didik dalam cakupan yang luas (potential to teach a global audience)
E-learning yang mempunyai fleksibilitas waktu dan tempat, maka jumlah peserta didik yang dapat dijangkau melalui kegiatan pembelajaran elektronik semakin lebih banyak atau meluas. Ruang dan tempat serta waktu tidak lagi menjadi hambatan. Siapa saja, di mana saja, dan kapan saja, seseorang dapat belajar. Interaksi dengan sumber belajar dilakukan melalui internet. Kesempatan belajar benar-benar terbuka lebar bagi siapa saja yang membutuhkan.
4) Mempermudah penyempurnaan dan penyimpanan materi pembelajaran (easy updating of content as well as archivable capabilities)
Fasilitas yang tersedia dalam teknologi internet dan berbagai perangkat lunak yang terus berkembang turut membantu mempermudah pengembangan bahan belajar elektronik. Demikian juga dengan penyempurnaan atau pemutakhiran bahan belajar sesuai dengan tuntutan perkembangan materi keilmuannya dapat dilakukan secara periodik dan mudah. Di samping itu, penyempurnaan metode penyajian materi pembelajaran dapat pula dilakukan, baik yang didasarkan atas umpan balik dari peserta didik maupun atas hasil penilaian guru atau instruktur selaku penanggung jawab atau pembina materi pembelajaran itu sendiri.
Pengetahuan dan keterampilan untuk pengembangan bahan belajar elektronik ini perlu dikuasai terlebih dahulu oleh guru atau instruktur yang akan mengembangkan bahan belajar elektronik. Demikian juga dengan pengelolaan kegiatan pembelajarannya sendiri, harus ada komitmen dari guru atau instruktur yang akan memantau perkembangan kegiatan belajar dan sekaligus secara teratur memotivasi peserta didik.
Beberapa manfaat e-learning yang dapat diperoleh dalam penerapannya bagi organsiasi belajar, adalah sebagai berikut.
1)Peningkatan produktifitas; melalui e-learning waktu untuk perjalanan dapat direduksi sehingga produktifitas peserta didik maupun guru tidak akan hilang karena kegiatan perjalanan yang harus dilakukan untuk memperoleh proses pembelajaran.
2)Mempercepat proses inovasi; kompetensi sumber daya manusia juga dapat mengalami depresiasi. Pembaharuan kompetensi tersebut dapat dilakukan melalui e-learning sehingga kompetensi selalu memberi nilai melalui kreatifitas dan inovasi sumber daya manusia.
3)Efisiensi; proses pembangunan kompetensi dapat dilakukan dalam waktu yang relatif lebih singkat dan mencakup jumlah yang lebih besar.
4)Fleksibel dan interaktif; kegiatan e-learning dapat dilakukan dari lokasi mana saja selama pengguna memiliki koneksi dengan sumber pengetahuan tersebut dan interaktifitas dimungkinkan secara langsung atau tidak langsung dan secara visualisasi lengkap (multimedia) ataupun tidak.

D.Internet Sebagai Media Pembelajaran Elektronik

Sampai sekarang belum ada definisi secara pasti tentang apa arti internet itu. Akan tetapi secara teoritikal internet dapat diartikan sebagai jaringan kerja (network) berbagai komputer di seluruh dunia yang semuanya saling terkait. Jaringan tersebut terdiri mulai PC, jaringan local berskala kecil, jaringan kelas menengah, hingga jaringan-jaringan utama yang menjadi tulang punggung internet seperti NSFnet, NEARnet, SURAnet dan lain-lain.
Internet mempunyai potensi yang besar dalam e-learning. Pertama, internet bisa diakses pada saat-saat (waktu) yang dikehendaki. Dengan adanya sumber online, peserta didik akan memperoleh data, ide serta berbagai pengetahuan yang ada. Kedua, peserta didik maupun guru bisa mengeluarkan pendapat secara bebas mengenai materi ajar tanpa adanya hambatan psikologis, sebagaimana bila pembnelajaran dilakukan dengan tatap muka. Ketiga, masyarakat umum dapat pula mengakses, mengkoreksi, dan mengendalikan aplikasi serta materi ajar. Selebihnya, internet dapat memberikan peluang untuk mengembangkan wawasan secara lebih luas dengan cara mengkonfirmasi bahan dengan sumber bacaan dari situs lainnya.
Keserasian dan sinergi antara berbagai piranti yang terlibat dalam sistem elektronis, serta dukungan penguasaan bahasa yang baik, akan menjadikan Internet sebagai satu alternatif pembelajaran yang efektif. Pembelajaran berbasis web merujuk kepada pengajaran yang disampaikan melalui jaringan WWW di mana bahan pengajaran, kumpulan diskusi, ujian dan lain-lain adalah berlandaskan web. Menurut B.H. Khan (2001) dalam Hardjito (2002) sistem pembelajaran berbasis web merupakan sistem pembelajaran yang terbuka dan fleksibel.
Alternatif sistem pengajaran yang ditawarkan oleh sistem pembelajaran berbasis web ini akan meningkatkan minat dan motivasi untuk memperoleh pengetahuan-pengetahuan baru yang tidak mungkin dapat diterima dari sebuah kelas tradisional. Contohnya, penggunaan e-mail sebagai alat komunikasi untuk bertukar-tukar pengumuman dalam suasana yang tiada batasan.


F. METODE PENULISAN

A.Pendekatan Penulisan
Pendekatan penulisan karya tulis ini menggunkan studi deskriptif yaitu mengumpulkan data sebanyak-banyaknya mengenai faktor-faktor yang merupakan pendukung untuk menyelesaikan permaslahan yang ada mengenai lembar kerja siswa (LKS), metode interaktif, dan model pembelajaran melalui internet (Web). Data tersebut kemudian dianalisis untuk dirumuskan solusi yang tepat dari permasalahan karya tulis ini.
B.Sumber Penulisan
Sumber data yang dipakai dalam penyusunan karya tulis ini adalah sebagai berikut.
1.Studi Pustaka
Berdasarkan permasalahan yang muncul, penulis mencari sumber-sumber pustaka yang relevan, mempelajari, dan menuangkannya dalam telaah pustaka.
2.Dokumentasi
Dokumentasi yang dilakukan berupa penghimpunan berbagai dokumen yang ada dalam majalah, surat kabar, jurnal maupun buletin ilmiah yang kemudian dihimpun berdasarkan prioritas manfaat sebagai landasan teori.
C.Sasaran Penulisan
Sasaran penulisan karya tulis ini adalah seluruh peserta didik di Indonesia pada jenjang SD, SMP, dan SMA.
D.Tahapan Penulisan
Melihat permasalahan yang muncul ditengah masyarakat, penulis mencari data-data dan pendapat para ahli yang relevan untuk memberikan solusi yang tepat. Kegiatan analisis dilakukan dengan observasi terhadap buku-buku, hasil penelitian, naskah, dan sumber-sumber lain yang relevan dengan permasalahan yang diangkat. Proses analisis data yang dilakukan dalam penulisan karya tulis ini mencakup tiga komponen pokok sebagai berikut ini.
1.Reduksi Data
Reduksi data adalah proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi dari data yang diperoleh berdasarkan sumber pustaka. Reduksi data merupakan bagian dari analisis data yang mempertegas, memperpendek, membuat fokus, dan membuang data yang tidak penting agar simpulan dapat diambil.
2. Sajian Data
Sajian data merupakan susunan informasi yang dapat ditarik dalam penulisan karya tulis ini yang disajikan secara lengkap baik data yang diperoleh melalui studi pustaka maupun dokumentasi kemudian dianalisis dengan kategori dalam permasalahan yang ada guna memperoleh sajian data yang jelas dan sistematis. Data yang telah terorganisir ini kemudian dijabarkan secara deskriptif dalam bentuk tulisan atau gambar.
3. Penarikan Simpulan
Data yang telah direduksi dan didiskriptifkan dalam bentuk sajian data kemudian diinterpretasikan. Setelah itu barulah ditarik simpulan akhir yang sistematis dan perumusan saran yang relevan dengan permasalahan yang dikaji


PEMBAHASAN

A. Lembar Kerja Siswa (LKS) Interktif Berbasis Web
1. Lembar Kerja Siswa (LKS) dan Web
Model lembar kerja siswa (LKS) pada karya tulis ini mempunyai pengertian lembar kerja bagi para peserta didik yang disajikan dalam bentuk pertanyaan yang dapat mengkonstruk pemahaman peserta didik tanpa harus didampingi oleh guru. Dalam penggunaan LKS ini digunakan Web sebagai media penyampaiannya kepada peserta didik. Web digunakan karena mempunyai jaringan luas dan akan memberikan kesempatan lebih luas kepada peserta didik untuk memilih waktu, tempat maupun materi yang akan dipelajari.
LKS interaktif ini memiliki karakteristik sendiri dan berbeda dengan LKS yang beredar di sekolah saat ini. Adapun perbedaan LKS konvensional dan LKS interaktif berbasis web terlihat pada tabel berikut.
No Perbedaan LKS Konvensional LKS interktif berbasis Web
1. Materi Disajikan dalam bentuk deskriptif Disajikan dalam bentuk pertanyaan yang dapat mengkonstruk pemahaman peserta didik
2. Gambar, grafik maupun tulisan Disajikan dalam keadaan diam Disajikan bergerak dan langkah per langkah, ketika peserta didik tidak mengerti dapat diulang.
3. Komunikasi Dilakukan dengan satu arah Dua arah (ketika peserta didik memberikan jawaban atau respon LKS ini akan memberikan respon/umpan balik)
4. Isi Menekankan banyak pada soal-soal. Menekankan pada penanaman konsep matematika, soal hanya dijadikan sebagai pengantar pemahaman peserta didik
5 Tampilan Disajikan pada lembaran kertas. Disajikan lebih menarik dengan tampilan gambar yang disukai oleh anak-anak dan tampilannya lebih hidup.
Tabel 1. Perbedaan LKS konvensional dan LKS interaktif berbasis Web
Dari tabel tersebut terlihat jelas perbedaan antar kedua LKS. Berdasarkan tabel tersebut pula dapat diprediksi bahwa LKS interaktif ini akan mampu diterima di dunia pendidikan sebagai sebuah pelengkap dalam proses pembelajaran matematika.
Kemajuan teknologi komputer dan internet turut mendukung perkembangan model pembelajaran. Penggunaan komputer tidak terbatas dan memiliki potensi yang besar sebagai media dalam pembelajaran matematika. Penggunaan LKS matematika interaktif berbasis web ini akan mampu membantu peserta didik dalam mencapai tujuan dari kurikulum. Peserta didik dapat mengatur kecepatan belajarnya, disesuaikan dengan tingkat kemampuannya. Mereka dapat mengulang beberapa kali sehingga benar-benar menguasai materi yang harus dipahaminya. LKS ini juga dapat diperbaharui sewaktu-waktu jika memang dipandang masih ada kekurangan dan tidak relevan dengan perkembangan jaman. Penggunan Web sebagai media penyampaian LKS dimaksudkan agar peserta didik dapat memilih waktu dan tempat untuk belajar.
2. Konsep Model LKS Matematika Interaktif dan Web
Model LKS matematika interaktif berbasis web berbeda dengan LKS yang beredar di sekolah-sekolah. LKS matematika interaktif berbasis web ini digunakan untuk menyampaikan materi dengan serangkaian pertanyaan-pertanyaan sebagai pengantar peserta didik dalam mengkonstruk pemahamannya. Serangkaian pertanyaan tersebut satu dengan yang lain saling terkait. Sehingga peserta didik harus belajar menggunakan LKS ini secara runtut dari awal sampai akhir. Peserta didik mempelajari materi yang disajikan melalui pertanyaan sehingga rumus atau konsep itu ditemukan sendiri oleh peserta didik.
Secara garis besar LKS matematika interaktif terdiri dari 3 bagian sebagai berikut ini.
a. Menu Utama LKS
Di dalam menu utama terdapat menu pilihan untuk menjalankan lembar kerja siswa (LKS). Adapun tampilan LKS interaktif sebagai berikut.

Gambar 1. Tampilan menu utama LKS
Keterangan:
a. Judul berisi jenjang pendidikan dan kelas
b. Tampilan Inti LKS merupakan bagian untuk menampilkan pertanyaan, gambar maupun grafik.
c. Home untuk perintah kembali ke halaman Web utama.
d. Materi untuk menuju halaman materi pembelajaran.
e. LKS merupakan menu pilihan model LKS 1/LKS 2/LKS 3
f. Tujuan untuk menunjukan tujuan pembelajaran.
g. Manfaat untuk menunjukan manfaat pembelajaran.

b. Lembar Kerja Siswa
.
Gambar 2. Tampilan soal LKS
Keterangan:
a. Perintah kepada pengguna LKS
b. Gambar ataupun grafik yang dipelajari mempunyai animasi.
c. Pertanyaan-pertanyaan dan kolom jawaban.
d. Tombol menuju ke menu utama.
e. Tombol pilihan soal tapi pengguna disarankan memilih soal secara urut karena pertanyaan disusun runtun dan sistematis.
f. Tombol menuju simpulan materi.
g. Tombol Next untuk menuju soal selanjutnya dam tombol Back untuk kembali ke soal sebelumnya.
Tampilan simpulan dari materi yang dipelajari sebelumnya tampak pada gambar berikut.

Gambar 3. Tampilan simpulan LKS
Keterangan:
a. Gambar yang dipelajari dan dicari rumus atau konsep.
b. Pertanyaan yang menggarahkan peserta didik untuk dapat menemukan materi yang telah dipelajari.
c. Menu-menu pilihan
c. Desain Website
Homepage merupakan halaman awal (index) munculnya sebuah siteus dalam internet. Pada tampilan homepage terdapat menu – menu pilihan untuk memberikan informasi yang lebih lengkap. Seperti pada tampilan gambar 4.










Gambar 4 . Tampilan hompage LKS matematika intearktif
Keterangan:
a. Logo adalah lambang pembuat web dan LKS matematika interaktif
b. Nama lembaga pembuat Web dan LKS
c. Menu Pilihan
1. Home merupakan menu kembali ketampilan awal website.
2. Jenjang Pendidikan (SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA) digunakan untuk memilih jenjang pendidikan dan kelas. Khusus untuk SD/MI dimulai dari kelas 5. Adapun contoh menu pilihan tersebut sebagai berikut.



Gambar 5. Contoh tampilan pemilihan jenjang pendidikan dan materi
Peserta didik atau pengguna dapat memilih jenjang pendidikan apa yang akan dipelajari beserta materinya.
3. Download merupakan menu yang digunakan untuk mendowload LKS yang ada.
d. Artikel atau berita pendidikan merupakan suatu informasi terkini yang ada di dunia pendidikan, sekaligus merupakan tempat pererta didik atau pengguna dapat saling berhubungan dengan peserta didik yang lain lewat saran maupun komentar.
e. Link ke situs lain Web LKS matematika interaktif ini juga menyediakan menu untuk mengakses situs yang lain.
f. Login menu yang mengharuskan peserta didik untuk menjadi anggota dalam situs sebelum menggunakan LKS. Setelah menjadi anggota peserta didik akan mendapatkan akses untuk menggunakan LKS, berkomunikasi dengan pengguna atau peserta didik yang lain, dan download LKS matematika interaktif.
3. Pembuatan LKS Matematika Interaktif
Pembuatan LKS matematika interaktif berbasis web secara garis besar terdiri dari tiga langkah sebagai berikut.
a. Membuat LKS matematika interaktif
Pembuatan LKS ini dimulai dengan pembuatan konsep LKS. Konsep ini ditulis dalam bentuk script atau naskah, naskah tersebut kemudian dikonsultasikan kepada para ahli matematika. Hal ini dilakukan agar LKS yang disusun nantinya tidak ada kesalahan pada materinya. Ketika naskah tersebut terdapat kesalahan, maka naskah diperbaiki. Dan setelah naskah tidak terjadi kesalahan, maka akan dilanjutkan ke proses mendesain LKS dalam komputer.
Desain model Lembar Kerja Siswa (LKS) ini dirancang dengan menggunakan software program aplikasi SWiSHmax. Desain ini kemudian diberikan animasi supaya lebih menarik tetapi tetap memperhatikan aturan-aturan yang ada dalam matematika. Setelah mendesain model LKS dan memberikan efek animasi pada obyek LKS, selanjutnya desain tersebut dirubah kebentuk HTML atau format swf. Format inilah yang akan digabung dengan web yang akan diupload ke dalam internet.
b. Membuat Homepage dan Web didesain
Sebelum membuat web, homepage didesain dengan menggunakan software Macromedia Dreamweaver MX, atau dapat dibuat dengan memakai bahasa htm, asp, php, dan bahasa pemrograman yang lain. Dalam pembuatan homepage ini memerlukan kekreatifan untuk memperoleh tampilan yang indah. Semakin kreatif, maka tampilan hompage dan Web semakin indah. Hal ini akan membuat peserta didik lebih tertarik dan nyaman untuk belajar matematika.
c. Menggabungkan LKS matematika interaktif dengan Web
Setelah LKS interaktif dan Web dibuat langkah selanjutnya adalah menggabungkan keduanya. Menggunakan bahasa program yang telah tersedia dalam Dreamweaver MX atau bahasa htm, asp, php atau yang lain.
Setelah dihasilkan LKS matematika interaktif berbasis web ini, untuk selanjutnya dilakukan uplaod ke internet. Upload ini dapat dilakukan dengan menginduk atau mengikuti server yang telah ada atau membuat server sendiri.
B. Pengenlan dan Pengembangan LKS Matematika Interaktif Berbasis Web
Untuk mempopulerkan penggunaan LKS matematika interaktif berbasis web di dunia pendidikan, maka perlu diadakan pengenalan. Seperti terus berkembangnnya teknologi setelah LKS ini dikenal di dunia pendidikan perlu adanya pengembangan. Konsep pengenalan dan pengembangan LKS interaktif ini dalam dunia pendidikan dapat dilakukan dengan cara-cara berikut ini.
1. Pengenalan di Sekolah-Sekolah.
Melalui pengenalan LKS matematika di sekolah-sekolah merupakan upaya yang efektif. Pengenalan ini sekaligus merupakan upaya pengembangan LKS karena dari sekolah-sekolah akan memberikan masukkan, saran maupun kritik mengenai kekurangan dan kesalahan didalam LKS ini.
2. Pelatihan dan Seminar
Sebagai suatu hal yang baru LKS matematika interaktif belum dikenal dan cara penggunaan belum diketahui. Melalui pelatihan dan seminar akan dijelaskan cara penggunaan dan manfaat yang diperoleh menggunakan LKS ini, dengan demikian peserta pelatihan akan mengetahui dan dapat menggunakannya sebagai alat bantu pembelajaran matematika di sekolah.
3. Penelitian Lebih Lanjut
Penelitian lebih lanjut dapat digunkan sebagai upaya pengenalan sekaligus upaya pengembangan LKS matematika interaktif ini. Sebagai upaya pengenalan penelitian akan memberikan gambaran kepada sekolah dan dunia pendidikan. Melalui penelitian lebih lanjut dapat pula mengembangkan LKS karena akan diketahui keefektifan dan kekurangan yang ada.
Lembar kerja peserta didik (LKS) matematika interktif berbasis web memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan LKS berbasis web dibanding dengan model LKS yang lain adalah sebagai berikut ini.
1. Peserta didik diajak untuk menemukan rumus dan konsep dengan pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki sebelumnya melalui serangkaian pertanyaan yang membangun. Hal ini menjadikan pemahaman dan penguasaan materi akan lebih lama dalam ingatan karena peserta didik yang menemukan rumus maupun konsep itu sendiri.
2. LKS matematika interaktif bebasis web ini mampu untuk menampilkan gambar-gambar yang abstrak (sulit dibayangkan) semisal bangun ruang, grafik dan sebagainya. Gambar maupun grafik ini dapat ditampilkan dengan bentuk dan animasi yang lebih nyata dan menarik sehingga peserta didik akan belajar dengan suasana senang. Hal ini akan menjadikan materi yang disampaikan akan secara cepat dipahami peserta didik.
Kekurangan LKS berbasis web adalah sebagai berikut ini.
1. Pembuatan LKS berbasis web membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang tidak sedikit. Namun kendala ini dapat diatasi dengan adanya kerja sama yang baik antara semua pihak yang terkait.
2. Kemampuan peserta didik dalam menjalankan komputer maupun internet masih kurang. Namun hal ini masih bisa diselesaikan dengan adanya latihan dan mata pelajaran teknologi infomasi di sekolah, serta LKS ini juga dilengkapi dengan petunjuk cara penggunaanya.
Jadi kekurangan dari LKS berbasis web dapat diatasi dengan solusi yang tepat.

BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
Dari pembahasan tersebut dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut ini.
1. Model LKS matematika interaktif berbasis web menggunakan berbagai pertanyaan yang sistematis dan berstruktur dalam menyampaikan materi. Serangkaian pertanyaan ini dimaksudkan agar peserta didik mampu menemukan konsep atau rumus matematika yang baru dengan menggunkan pemahaman yang telah dimiliki melalui bantuan pertanyaan yang ada di dalam LKS.
2. Pengenalan dan pengembangan LKS matematika interaktif ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.
a. Promosi ke sekolah-sekolah.
b. Pelatihan dan seminar.
c. Penelitian lebih lanjut.

B. Saran
Berdasarkan pembahasan dan simpulan diatas, penulis merumuskan saran sebagai berikut.
1. Perlu adanya pengembangan lebih lanjut LKS matematika interaktif berbasis web sebagai upaya penyempurnaan dan mengetahui keefektifan penggunaan LKS ini dalam peningkatan kemampuan matematika peserta didik.
2. Apabila terbukti keefektifan LKS matematika interaktif, perlu adanya tindak lanjut oleh guru, sekolah maupun instansi-intansi yang terkait dalam dunia pendidikan.


DAFTAR PUSTAKA
¬¬¬¬Artikel Digital Learning. Sabtu, 22 Mei 2004. http://www.impalaunibraw.org didownload pada tanggal 20 Mei 2007.
Hardjito. 2002. Internet Untuk Pembelajaran. http://www.pustekkom.go.id. Di download pada tanggal 21 Mei 2007.
Hidayah, Isti, dkk. 2006. Workshop Pendidikan Matematika 2. Semarang : Jurusan Matematika UNNES.
Indrianto, Lis. 1998. Pemanfaatan Lembar Kerja Siswa Dalam Pengajaran Matematika Sebagai Upaya Peningkatan Prestasi Belajar Matematika. Semarang: IKIP Semarang.
Kusumah, Yaya S. 2006. Studi Tentang Penerapan Model Pembelajaran Matematika Berbasis Komputer Tipe Interaksi Tutorial Dalam Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Kreatif Siswa (Makalah) dalam Prosiding Konferensi Matematika XIII. Semarang: Jurusan Matematika FMIPA Unnes bekerjasama dengan Badan penerbit Universitas Diponegoro.
Rahmawati, Laili. 2006. Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematika Siswa SMP Salafiyah Pekalongan Kelas VII Semester II Tahun 2005/2006 dalam Pembelajaran Garis dan Sudut Melalui Implementasi metode Inkuiri dengan Memanfaatkan Lembar Kerja Siswa (LKS) (Skripsi). Tidak diterbitkan.
Siahaan, Sudirman. E-Learning (Pembelajaran Elektronik)
Sebagai Salah Satu Alternatif Kegiatan Pembelajaran di http://www.balitbang.org. didownload pada tanggal 15 Mei 2007.
Soekartawi. 2003. Beberapa Kesulitan Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Web Pada Sistem Pendidikan Jarak Jauh (Obstacles in Applying Web-based Learning for Distance Education System. http://www.seamolec.or.id. didownload pada tanggal 15 Mei 2007.
Sugilar. 1996. Hubungan literasi komputer dengan sikap terhadap pembelajaran berbantuan komputer (tesis). PPS - IKIP Jakarta. http://www1.bpkpenabur.or.id/jelajah/02/sosial.htm. didownload pada tanggal 15 Mei 2007.
Suyitno, Amin, dkk. 1997. Dasar dan Proses Pembelajaran Matematika. Semarang: FMIPA Unnes.
Yaniawati, R. Poppy. 2000. Penerapan E-Learning Dalam Pembelajaran Matematika Yang Berbasis Kompetensi. http://www.jurnalkopertis4.org. didownload pada tanggal 15 Mei 2007.